Skenario Pemulihan Ekonomi Nasional

Skenario pemulihan ekonomi nasional sangat bergantung pada kondisi kesehatan masyarakat dan ketersediaan vaksin Covid-19.

Dalam kondisi ekonomi nasional yang tertekan karena resesi, pandemi Covid-19 belum melandai, uji klinis vaksin masih berjalan, pemerintah telah menetapkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 secara serentak 9 Desember 2020.

Keputusan tersebut tentu  mengejutkan banyak pihak karena risiko yang dihadapi akan berlapis-lapis, yaitu risiko Covid-19 adalah kematian, risiko ekonomi adalah kebangkrutan, dan risiko politik adalah disintegrasi bangsa, yang akan memerlukan waktu lama untuk pemulihannya.

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, perlu dipertimbangkan skenario alternatif untuk pemulihan ekonomi nasional, antara lain

#1 Skenario Umat Bermunajat, masing-masing pemimpin agama mengajak umatnya untuk bermunajat kepada Tuhan Yang Maha Esa, memohon ampunan dan pertolongan Nya untuk mengatasi krisis kesehatan (pandemi Covid-19), krisis ekonomi (resesi), dan kalau terjadi permainan yang tidak adil (unfair competition) dapat terjadi krisis politik (disintegrasi bangsa) yang berkepanjangan.

#2 Skenario Politik Kebangsaan, menunda Pilkada 2020 untuk mengurangi risiko penularan Covid-19 yang tidak terkendali.

#3 Skenario Hukum Nasional, menyelesaikan perkara kepailitan dengan adil dan bijaksana.

#4 Skenario Kesehatan Masyarakat, menyediakan vaksin untuk penduduk yang rentan Virus SARS CoV-2 dan Gerakan hidup bersih dan sehat sesuai standar WHO.

#5 Skenario Kepedulian Sosial, menyediakan kebutuhan sosial dan ekonomi masyarakat yang terdampak Covid-19, mengedukasi masyarakat agar melakukan protokol kesehatan sesuai standar WHO, mengajak kelompok masyarakat yang mampu secara sosial dan ekonomi untuk menolong kelompok masyarakat yang lemah (gerakan sosial lintas agama untuk menolong warga masyarakat yang terdampak Covid-19)

#6 Skenario Pemulihan Ekonomi Nasional, mengembalikan kepercayaan pengusaha untuk memulai usahanya dengan menggunakan protokol kesehatan sesuai standar WHO.

Peluang Bisnis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Era Masyarakat 5.0

Peluang Bisnis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di Era masyarakat 5.0 ditandai dengan era internet dimana-mana (internet of things), kapasitas data yang sangat besar (big data), kecerdasan buatan (artificial intelligence)

Pada awalnya, ekonomi kreatif merupakan diversifikasi dari perekonomian yang dikembangkan oleh banyak negara di dunia, sebagai jawaban atas pertumbuhan ekonomi yang mengalami hambatan karena pasar mengalami kejenuhan (bubble) karena terlalu banyak produk yang serupa sehingga harga tidak terkendali.

Ekonomi kreatif menawarkan peluang besar untuk pengembangan pengetahuan dan transformasi ekonomi melalui penerapan ide-ide kreatif.  Pariwisata dilihat terutama sebagai arena penerapan pengetahuan dan ide-ide kreatif saat ini. Namun, pariwisata memainkan peran penting dalam menyatukan orang-orang di dunia yang mengglobal dan ada potensi kuat untuk menggunakan pariwisata sebagai sumber pengetahuan dan kreativitas (OECD, 2014).

Hubungan pariwisata dengan sektor kreatif juga dapat memberikan peluang untuk mengidentifikasi cara-cara baru melakukan bisnis dalam ekonomi pariwisata. Ekonomi relasional sudah mapan dalam ekonomi kreatif dan perantara baru memfasilitasi pembentukan hubungan antara wisatawan dengan penduduk lokal, seringkali melalui Internet. Sistem relasional berbasis web seperti Couchsurfing (www.couchsurfing.org) atau Airbnb (www.airbnb.com), misalnya, melengkapi fasilitas pariwisata tradisional dan mengubah cara berbisnis, dengan implikasi bagi pembuat kebijakan yang harus berurusan dengan model bisnis baru sebagai destinasi pariwisata kreatif (OECD, 2014).

Di banyak lokasi, lembaga pengetahuan di bidang seperti seni, desain, atau arsitektur berfungsi sebagai simpul penting dalam kelompok kreatif, menarik orang berpendidikan tinggi dan bisnis kreatif. Ada kebutuhan untuk meningkatkan tingkat keterampilan dan mengembangkan bakat di industri kreatif dan pariwisata (OECD, 2014). 

Satu di antara contohnya adalah mendorong arsitek dan desainer untuk lebih memperhatikan fasilitas dan produk pariwisata serta mendorong produsen pariwisata untuk memasukkan nilai desain yang lebih tinggi ke dalam produk mereka. Pada tingkat yang lebih umum, ada argumen bahwa “design thinking” harus diperkenalkan ke pariwisata dan bidang lainnya sebagai strategi untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi (Cunningham, 2013).

Pada saat terjadi pandemi Covid-19 banyak negara mengalami resesi ekonomi, termasuk Indonesia, kecuali negara yang mempunyai kemandirian ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup para warganya secara mandiri, seperti lingkungan hidup yang bersih dan sehat, ketersediaan pangan, dan hubungan saling menguntungkan (mutual benefit) antara pelaku Usaha Menengah Besar/ UMB) dengan pelaku Usaha Mikro Kecil/ UMK).

Bagaimana masa depan bisnis pariwisata dan ekonomi kreatif setelah pandemi Covid-19?

Hubungan Maju dan Hubungan Mundur Bisnis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Pengertian

Forward Linkages adalah alat untuk menganalisis kepentingan relatif industri pariwisata sebagai pendorong bagi industri non-pariwisata (barang dan jasa) di seluruh sektor perekonomian, termasuk ekonomi kreatif.

Backward linkages adalah alat untuk menganalisis kepentingan relatif industri pariwisata sebagai penarik industri non-pariwisata (barang dan jasa) di seluruh sektor perekonomian, termasuk ekonomi kreatif.

A. Pemasaran Pariwisata (Demand Driven: product, place, promotion, price)

A.1 Forward Linkages (FL)

– Konten TV & Radio Digital (misalnya, Kuliner Indonesia)
– Konten Website (what to see, what to do, what to buy and how to get there)
– Konten Blog (what to see, what to do, what to buy and how to get there)
– Konten Media Sosial (Facebook, Instagram, YouTube)
– Konten Media (Billboard, Videotron)
– Film, Animasi, Live Streaming (Facebook, Instagram, YouTube)
– Aplikasi (Tripadvisor, Booking, Agoda, Hotel, Bobobox, AirBnB, Dwidayatour, Traveloka, KAI Access, Garida Indonesia, Tikeet.com, Payment Gateway)
– Aplikasi Customized Virtual Tour (CVT, Real Player Games)
– Aplikasi Virtual Show (VS)
– Aplikasi Marketplace (Shopee, Tokopedia, Bukalapak)
– Penerbit (cetak, digital publisher)

A.2 Backward Linkages (BL)

– Branding (Desain Grafis/ Desainer Komunikasi Visual/ DKV)
– Periklanan (DKV, Desain Interior, Desain Produk, Desain Mode, Film, Animasi, Video Streaming; Fotografi, Musik, Seni Pertunjukan, Seni Rupa, Media Baru, Media Luar Ruang, Arsitektur, Arsitektur Lanskap, Kuliner Nusantara)
– Penerbitan (Lonely Planet)
– Riset Pemasaran

B. Destinasi Pariwisata (Supply Driven: Accessibility, Attraction, Amenities, Ancillary)

B.1 Forward Linkages (FL)

Atraksi (alam, budaya, buatan)
– Aplikasi Google Search
– Aplikasi Google Map
– Aplikasi Customized Virtual Reality (CVT, Real Player Games)
– Aplikasi Augmented Reality (Museum)
– Aplikasi Artificial Intelligence (Robot)

Aksesibilitas (Dari tempat tinggal wisatawan ke destinasi pariwisata dan di destinasi pariwisata, termasuk akses informasi)

– Konten TV & Radio
– Konten Website
– Konten Blog
– Konten Media Sosial (Facebook, Instagram, YouTube)
– Aplikasi (google search, google map, google street view)
– Aplikasi Artificial Intelligence (Shuttle Train, Shuttle Bus, Shuttle Taxi)
– Mural (seni lukisan pada dinding)
– Seni media baru (seni digital, grafika komputer, animasi komputer, seni virtual, seni interaktif, permainan video, dan percetakan 3 dimensi)
– Seni instalasi (seni untuk meningkatkan kesadaran tentang ruang, waktu, suara, dan/ atau indra lainnya)

Amenitas (hotel, restoran, tempat rekreasi dan hiburan dll)

– Aplikasi Traveloka
– Aplikasi Booking
– Aplikasi Agoda
– Aplikasi Banyuwangi Tourism
– Aplikasi pegipegi

Ancillary (layanan pendukung yang memberi nilai tambah)

– Fotografer
– Aplikasi e-ticketing
– Aplikasi delivery (drone)
– Aplikasi transportasi tanpa sopir (Tesla)
– Aplikasi (Go-Car, Go-Grab, Go-Blue)
– Aplikasi Asisten (avatar)
– Sepeda Listrik
Hoverboard

B.2 Backward Linkages (BL)

Atraksi (alam, budaya, buatan)

– Arsitektur Lanskap (atraksi alam)
– Arsitektur
– Desain Interior
– Desain Produk
– Desain Mode (costume player)
– Desain Komunikasi Visual
Video Streaming (YouTube, Intagram, Facebook)
Video Mapping, Virtual Reality, Augmented Reality, Artificial Intelligence (Sejarah Masa Lalu, Masa Kini, dan Masa Depan: Museum, Kota Tua, Kota Kreatif, Smart City)
– Seni Pertunjukan (Flash Mob, Music Live Streaming, Public Art Trip, Customized Virtual Tour)
– Seni Rupa (Galery, 3 dimensi/ Desain Grafis/ DKV)
– Musik (Live Streaming)
– Riset Pengembangan Produk Digital
Drive in Cinema (Film)
– Drive in Performing Art  (Seni Tari, Seni Drama, Seni Musik)
Drive in Restaurant/ Cafe
Drive thru Restaurant/ Cafe
– Permainan Interaktif
– Taman Rekreasi dan Hiburan (universal studio, trans studio, storytelling, augmented reality, virtual reality, artificial intelligence)

Aksesibilitas (Dari tempat tinggal wisatawan ke destinasi pariwisata dan di destinasi pariwisata, termasuk akses informasi)

– Website
– Blog
– Media Sosial
– Lonely Planet
– Arsitektur & Arsitektur Lanskap (Bandara, Pelabuhan, Terminal, Stasiun, Rest Area)
– Desain Interior
– Desain Produk
– Desain/ Grafis/ DKV
– Desain Mode

Amenitas (hotel, restoran, tempat rekreasi dan hiburan dll)

– Arsitektur
– Arsitektur Lanskap
– Desain Interior
– Desain Produk
– Desain Grafis/ DKV

– Kuliner Nusantara (culinary delights)

Ancillary (layanan tambahan yang memberi nilai tambah)

– Akses internet
– Big Data (Google Assistant, Google Search, Google Map, Google Trend, Google Ads, Facebook, Instagram, Marketplace)
Virtual Reality (VR)
Augmented Reality (AR)
Artificial Intelligence (AI)
– Pasar Seni (art market)
– Bazar Cinderamata (craft bazaar)
– Hiburan Malam (nite market)
– Tempat ibadah
– Jasa Penukaran Uang (money changer)
– Jasa Pengiriman Barang (Ekspedisi/ Shipping/ Cargo)
– Pusat Informasi Pariwisata (Tourist Information Center)
– Kaca mata pintar (artificial intelligence)
– Aplikasi Wisata (Individual traveller)
– Aplikasi Permainan Interaktif – Pokemon Go
– Pariwisata Kreatif (creative tourism: Belajar menari, belajar memasak, belajar belajar melukis, membuat cinderamata, belajar membuat keramik, belajar bermain musik tradisional)
– Penyewaan Pakaian Adat
– Aplikasi Virtual Reality (costume play)
– Jasa Melukis Potret Jalanan
– Jasa Siluet Wajah
– Jasa Fotografi
– Dunia Kreatif (Potret 3 Dimensi)
– Pencerita (storyteller)

The Pan-American Dreams versus The Pan-Indonesian Dreams

 

The Pan-American Dreams, yang ditulis oleh Lawrence E. Harrison (New York: Basic, 1997), mengidentifikasi sepuluh nilai, sikap, atau pola pikir yang membedakan nilai budaya progresif dengan nilai budaya statis.

The Pan-Indonesian dreams mengidentifikasi nilai-nilai Pancasila yang tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa (nilai ketuhanan), Kemanusiaan yang adil dan beradab (nilai kemanusiaan), Persatuan Indonesia (nilai persatuan), Kerakyatan yang dipimpin dalam hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan (nilai kerakyatan), dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (nilai keadilan).

The Pan-American Dreams versus The Pan-Indonesian Dreams

  1. Orientasi Waktu: Budaya progresif menekankan masa depan; budaya statis menekankan masa sekarang atau masa lalu. Oritentasi masa depan menyiratkan pandangan dunia yang progresif-berpengaruh atas nasib seseorang, mempunyai ganjaran dalam hidup ini berupa ekonomi yang baik dalam jumlah yang positif (berlimpah).

Indonesia mempelajari masa lalu sebagai pelajaran (menggali nilai-nilai pancasila), masa kini untuk membangun masa depan yang lebih baik, dan memandang waktu berulang (polychronic time).

  1. Kerja: Dalam budaya progresif, kualitas hidup yang baik merupakan hal yang utama, sedangkan dalam budaya statis merupakan beban. Dalam budaya progresif, kerja menata kehidupan sehari-hari; ketekunan, kreativitas, dan pencapaian tidak hanya mendapatkan ganjaran uang, tetapi juga kepuasan dan kebanggaan.

Indonesia mengutamakan kerja keras yang berorientasi pada hasil, padahal keberhasilan memerlukan ketekunan, kreativitas, dan inovasi dengan memanfaatkan setiap tantangan sebagai peluang yang positif untuk mencapai keberhasilan.

  1. Berhemat: Dalam budaya progresif merupakan ibu investasi-dan keamanan keuangan, sedangkan dalam budaya statis merupakan ancaman pada status quo “egaliter,” yang seringkali mempunyai sebuah pandangan dunia “bubar-bubaran.”

Indonesia mempelajari kecenderungan masa dengan membuat perencanaan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek dengan menetapkan skala prioritas, yang sewaktu-waktu dapat berubah sesuai tujuan yang akan dicapai. 

  1. Pendidikan: Dalam budaya progresif merupakan kunci bagi kemajuan, sedangkan dalam budaya statis tidak penting, kecuali bagi kaum elitenya.

Indonesia mengantisipasi perkembangan sains dan teknologi di masa depan sehingga perlu mereviu kurikulum pendidikan yang akan menghasilkan sumber daya insani yang dapat memenuhi kebutuhan pasar (pencari kerja) dan/ atau menciptakan pasar baru di masa depan (pencipta lapangan ketja).

  1. Manfaat: Dalam budaya progresif merupakan hal utama bagi pencapaian, sedangkan dalam budaya statis, koneksi, dan hubungan kekeluargaan diutamakan.

Indonesia mengutamakan pencapaian sosial dan ekonomi yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya, dan masyarakat luas.

  1. Komunitas: Dalam budaya progresif, radius identifikasi (penetapan identitas seseorang dengan kalangan terdekat) dan kepercayaan melampaui batas keluarga ke masyarakat yang lebih luas. Dalam budaya statis, keluarga membatasi komunitas. Masyarakat dengan sebuah radius identiflkasi  dan kepercayaan yang sempit (hanya di lingkungan sosial terbatas) lebih condong pada korupsi, penghindaran pajak, dan nepotisme, serta mereka sepertinya tidak tertarik untuk ikut serta dalam penyantunan.

Indonesia mengutamakan relasi sosial di lingkungan sosial terbatas dan/ atau masyarakat luas dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,

  1. Kode Etik: Dalam budaya progresif sangat penting, sedangkan dalam budaya statis kurang mendapat perhatian.

Indonesia memberi perhatian pada kode etik dan moral, lingkungan alam, harga diri, waktu, dan proses (kerja keras dan kerja cerdas)

  1. Keadilan dan Permainan yang Adil: Dalam budaya progresif bersifat impersonal dan universal. Dalam budaya statis, pencapaian bersifat personal, seringkali merupakan fungsi dari siapa yang Anda kenal atau berapa yang mampu Anda bayar.

Indonesia terbiasa dengan pola komunikasi personal daripada pola komunikasi impersonal, yang biasanya menggunakan teknologi informasi dan komunikasi. Kedua pola komunikasi tersebut digunakan sesuai konteks ruang dan waktu.

  1. Otoritas: Dalam budaya progresif cenderung menyebar dan bersifat horisontal, sedangkan dalam budaya statis cenderung memusat dan vertikal.

Indonesia memandang hubungan terpusat-vertikal (sentralisasi) dan/ atau tersebar-horisontal (desentralisasi), sesuai pembagian urusan dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah.

  1. Sekularisme: Dalam budaya progresif, pengaruh lembaga keagamaan pada kehidupan kemasyarakatan sangat kecil, sedangkan dalam budaya statis pengaruh keagamaan sangat substansial. Budaya progresif mendorong perbedaan pendapat dan penyimpangan dari kaidah yang berlaku, sementara dalam budaya statis cenderung pada kekolotan dan ketaatan.

Indonesia mengutamakan toleransi dalam kehidupan beragama dan memberi kebebasan kepada pemeluk agama, tetapi tetap patuh pada peraturan perundang-undangan.

Salam Kreatif

Creative Greeting

Dalam sebuah diskusi kecil di ruangan rapat lantai 16 Gedung Sapta Pesona, yang dipimpin oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, Sekretaris Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ukus Kuswara  menyampaikan ide baru tentang “Salam Kreatif” (lihat image di atas), yang kemudian disepakati oleh pimpinan yang hadir pada saat itu sebagai salam pembuka/penutup di setiap acara dengan komunitas kreatif sejak 2012.

Pada saat kunjungan ke pusat kreatif di Silicon Valley, Amerika Serikat (2013), Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (2011-2014), Mari Elka Pangestu diminta menuliskan kesan, beliau berpikir sejenak, seorang stafnya mengatakan “Creative Greeting,” yang kemudian Beliau tuliskan di atas tanda tangan Beliau.

Salam Kreatif atau sikap tangan berbentuk 3 jari, jempol menghadap ke atas, jari telunjuk mengarah ke kiri, dan jari tengah mengarah ke bawah, sedangkan jari manis dan jari kelingking ditekuk ke dalam. Tapak tangan menghadap ke dada dan punggung tangan menghadap ke depan. Bila dilihat dari arah depan, ketiga jari tangan, jempol, telunjuk, dan tengah seakan membentuk huruf “K,” kepanjangan dari “Kreatif.”

Selain Salam Kreatif, pada masa itu juga diperkenalkan istilah Orang Kreatif (OK) adalah orang yang mengandalkan Kreativitas dan Imajinasi dalam mencipta produk kreatif.

Pada saat pembukaan/penutupan acara, seseorang menyerukan “Salam Kreatif,” semua yang hadir menjawab “Oke” (setuju) dengan sikap tangan membentuk huruf “O” (Orang) dan tiga jari membentuk huruf “K” (Kreatif).

Istilah “Kreatif” seringkali dipadankan dengan istilah “Inovatif” menjadi “Kreatif dan Inovatif,” artinya kemampuan menciptakan ide-ide baru (kreatif) yang berguna atau bermanfaat untuk orang banyak (inovatif).

Salam Kreatif ini juga mempunyai nilai, makna dan identitas yang unik, berbeda, atau terbaik dalam persaingan global (Glocalization).

Baca juga: https://harrywaluyo.com/dari-pasar-ke-penciptaan-produk-kreatif/

Selain itu, OK menggunakan Budaya dan Kreativitas sebagai Kunci Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Lokal, Pencipta Lapangan Kerja, dan Pendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

Terakhir, belajar dari pengalaman dari negara-negara yang lebih dulu mengembangkan ekonomi kreatif, pengembangan ekonomi kreatif hendaknya menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan Yang Mahaesa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan dalam keberagaman, Kesejahteraan rakyat, dan Keadilan untuk semua orang, yang tercermin dari produk dan layanan yang diciptakan oleh Orang Kreatif.