Kerja Sama Internasional di antara Anggota Jejaring Kota-kota Kreatif UNESCO

Kerja sama internasional di antara anggota jejaring kota-kota kreatif UNESCO (UCCN) adalah sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mempromosikan perkembangan ekonomi, budaya, dan sosial di kota-kota yang memiliki potensi dalam industri kreatif. Melalui program ini, kota-kota anggota UCCN dapat saling berbagi pengetahuan, pengalaman, serta mengembangkan proyek bersama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat.

UNESCO Creative Cities Network (UCCN) kali pertama dibentuk pada tahun 2004 dengan tujuan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam pembangunan kota. Program ini memiliki tujuh sektor kreatif yaitu Desain, Film, Gastronomi, Seni Media, Musik, Sastra, dan Kerajinan dan Kesenian Rakyat. Hingga saat ini, terdapat 246 kota anggota jejaring kota-kota kreatif UNESCO di seluruh dunia.

Satu di antara contoh implementasi kerja sama internasional antara anggota UCCN adalah melalui pertukaran seniman dan budaya. Pada tahun 2019, kota-kota kreatif UNESCO dari sektor musik di Asia Tenggara seperti Chiang Mai (Thailand), dan Hanoi (Vietnam), mengadakan pertukaran seniman musik sebagai bagian dari program ASEAN-Korea Music Showcase.

Selain itu, UCCN juga memfasilitasi kerja sama di antara kota-kota anggota untuk mengembangkan proyek bersama. Pada tahun 2018, kota-kota kreatif UNESCO dari sektor gastronomi seperti Parma (Italia), Chengdu (China), dan Popayán (Kolombia) bekerja sama dalam proyek “Creative Cities for Gastronomy” yang bertujuan untuk mengembangkan potensi kuliner lokal dan mempromosikannya ke dunia internasional.

Kerja sama internasional antara anggota UCCN juga memberikan manfaat ekonomi bagi kota-kota anggota. Sebuah penelitian dari UNESCO pada tahun 2015 menemukan bahwa kota-kota kreatif UNESCO memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan kota-kota non-anggota. Hal ini dikarenakan adanya dukungan dari jejaring untuk mempromosikan industri kreatif dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan budaya dan seni.

Namun, implementasi kerja sama internasional di antara anggota UCCN juga menghadapi beberapa tantangan. Satu di antaranya adalah masalah perbedaan budaya dan bahasa di antara kota-kota anggota. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang lebih intensif dalam memfasilitasi komunikasi dan pertukaran informasi di antara kota-kota anggota.

Kerja sama internasional antara jejaring kota-kota kreatif UNESCO memiliki potensi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat di kota-kota anggota. Melalui pertukaran seniman, budaya, dan proyek bersama, program ini dapat mempromosikan keanekaragaman budaya dan kreativitas di seluruh dunia serta membangun kerja sama yang lebih baik di antara kota-kota anggota. Namun, upaya yang lebih besar perlu dilakukan untuk mengatasi masalah perbedaan budaya dan bahasa di antara kota-kota anggota.

Selain itu, implementasi kerja sama internasional antara jejaring kota-kota kreatif UNESCO juga perlu memperhatikan keberlanjutan program. Dalam arti bahwa kerja sama internasional ini harus dapat bertahan dalam jangka panjang dan terus berkembang. Dibutuhkan upaya dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta untuk mendukung program ini dan menjadikannya sebagai bagian dari pembangunan kota yang berkelanjutan.

Program ini juga harus dapat memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat kota-kota anggota. Misalnya, melalui peningkatan kualitas hidup masyarakat, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan industri kreatif yang berkelanjutan. Dengan demikian, UCCN dapat dijadikan sebagai model pembangunan kota yang berkelanjutan di seluruh dunia.

Dalam kesimpulannya, kerja sama internasional antara anggota UCCN merupakan sebuah inisiatif yang sangat positif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, budaya, dan sosial di kota-kota yang memiliki potensi dalam industri kreatif. Melalui pertukaran seniman, budaya, dan proyek bersama, program ini dapat mempromosikan keanekaragaman budaya dan kreativitas di seluruh dunia serta membangun kerjasama yang lebih baik di antara kota-kota anggota. Dengan dukungan yang baik dari pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta, program ini dapat menjadi model pembangunan kota yang berkelanjutan dan memberikan manfaat yang nyata bagi masyarakat kota-kota anggota UCCN.

Kota Kreatif UNESCO Sukses

Kota kreatif UNESCO adalah kota yang diakui oleh Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) sebagai pusat kegiatan kreatif yang penting dan berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.

Pada tahun 2004, UNESCO meluncurkan program Kota Kreatif untuk mempromosikan pengembangan kota berkelanjutan yang berfokus pada kebudayaan dan kreativitas.

Ada sejumlah kota kreatif UNESCO yang sukses di seluruh dunia, dan dalam artikel ini, kita akan melihat beberapa di antaranya.

  1. Edinburgh, Scotland

Edinburgh diakui oleh UNESCO sebagai kota kreatif dalam bidang literatur. Kota ini menjadi tuan rumah festival internasional sastra tahunan, dan memiliki sejarah panjang dalam pengembangan sastra. Penulis terkenal seperti J.K. Rowling, Sir Walter Scott, dan Robert Burns berasal dari kota ini.

  1. Kobe, Japan

Kobe diakui sebagai kota kreatif dalam bidang desain. Kota ini memiliki beberapa universitas yang menawarkan program desain dan seni, serta menjadi tuan rumah festival desain yang terkenal. Kobe juga dikenal sebagai kota yang memadukan tradisi dan teknologi dalam karya seni dan desain mereka.

  1. Melbourne, Australia

Melbourne diakui sebagai kota kreatif dalam bidang musik. Kota ini memiliki sejumlah festival musik yang terkenal seperti Melbourne Music Week, dan memiliki sejumlah band dan artis musik terkenal. Melbourne juga memiliki banyak studio rekaman dan venue konser yang populer.

  1. Montreal, Canada

Montreal diakui sebagai kota kreatif dalam bidang desain. Kota ini memiliki sejumlah universitas yang menawarkan program desain, serta menjadi tuan rumah festival desain yang terkenal seperti Montreal International Design Show. Montreal juga terkenal dengan arsitektur yang unik dan inovatif.

  1. Padova, Italy

Padova diakui sebagai kota kreatif dalam bidang gastronomi. Kota ini memiliki warisan kuliner yang kaya, termasuk produksi minyak zaitun dan anggur. Padova juga menjadi tuan rumah festival kuliner dan acara memasak.

  1. Seoul, South Korea

Seoul diakui sebagai kota kreatif dalam bidang desain. Kota ini memiliki banyak universitas dan sekolah seni yang menawarkan program desain, serta menjadi tuan rumah festival desain internasional. Seoul juga memiliki sejumlah perusahaan teknologi dan desain terkemuka, yang berkontribusi pada inovasi dan kreativitas di kota ini.

  1. Turin, Italy

Turin diakui sebagai kota kreatif dalam bidang film. Kota ini menjadi tuan rumah Festival Film Internasional Torino dan memiliki sejarah panjang dalam pengembangan film. Turin juga memiliki sejumlah studio film dan laboratorium pengembangan film.

  1. Wellington, New Zealand

Wellington diakui sebagai kota kreatif dalam bidang film. Kota ini menjadi tuan rumah Festival Film Internasional Wellington dan juga menjadi lokasi syuting untuk sejumlah film terkenal seperti trilogi The Lord of the Rings. Wellington juga memiliki banyak studio film dan perusahaan produksi film.

  1. York, England

York diakui sebagai kota kreatif dalam bidang seni dan budaya. Kota ini memiliki sejarah yang kaya dan dikenal sebagai pusat seni, musik, dan teater di Inggris. Beberapa acara seni dan budaya terbesar di Inggris, seperti Festival Seni York dan Festival Musik York, diadakan di kota ini setiap tahun. York juga memiliki banyak galeri seni, museum, dan teater yang menarik wisatawan dari seluruh dunia.

  1. Praha, Republik Ceko

Praha adalah kota kreatif UNESCO di Republik Ceko. Kota ini memiliki sejarah yang kaya dan budaya yang beragam, dan dikenal sebagai pusat seni dan budaya Eropa. Praha adalah rumah bagi banyak museum, galeri seni, teater, dan orkestra. Kota ini juga memiliki arsitektur yang indah dan tata kota yang unik.

Kesimpulan

Program Kota Kreatif UNESCO telah membantu mengembangkan industri kreatif dan seni budaya di kota-kota di seluruh dunia. Kota-kota kreatif ini menunjukkan bahwa keberhasilan pembangunan kreatif dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kualitas hidup masyarakat, dan memberikan kontribusi

Menuju Jejaring Kota Kreatif UNESCO 

Artikel ini disusun dari referensi yang diterbitkan oleh UNESCO bekerja sama dengan World Bank (donor), yang berjudul CCC (City, Culture, Creativity). Leveraging culture and creativity or sustainable urban development and inclusive growth, UNESCO and World Bank, 2021 serta referensi yang tersedia website resmi UCCN.

Up to 13%  of city employment  in creative industries in major cities worldwide. 

Executive Summary 

• Artikel ini memberikan prinsip-prinsip panduan dan kerangka kerja (Kerangka CCC) bagi kota-kota untuk lebih memanfaatkan industri kreatif dan budaya (CCI) mereka untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, daya saing kota, dan inklusi sosial

• Budaya dan kreativitas adalah aset yang luar biasa bagi masyarakat lokal. Mereka memberi umpan pada ekonomi kreatif, yang merupakan salah satu sektor ekonomi dunia yang tumbuh paling cepat sehubungan dengan penciptaan pendapatan, penciptaan lapangan kerja, dan pendapatan ekspor.

• Sementara intervensi kebijakan nasional untuk mengaktifkan budaya dan kreativitas sering mendapat banyak perhatian, dampak transformatif CCI tidak akan sepenuhnya terwujud tanpa kebijakan dan lingkungan yang mendukung di tingkat lokal, dilengkapi dengan kemitraan lintas tingkat pemerintahan dan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, masyarakat sipil, dan komunitas lokal.

Beberapa kasus yang dijelaskan dalam tulisan ini mengilustrasikan bagaimana pengenalan ekosistem kota yang memungkinkan mengubah CCI dan kota-kota tempat CCI berkembang.. 

CCC 

• Budaya dan kreativitas memiliki potensi yang belum dimanfaatkan untuk memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan spasial bagi kota dan masyarakat.  

• Industri budaya dan kreatif adalah pendorong utama ekonomi kreatif dan mewakili sumber pekerjaan yang penting, pertumbuhan ekonomi, dan inovasi, sehingga berkontribusi terhadap daya saing dan keberlanjutan kota.  

• Melalui kontribusi mereka terhadap regenerasi kota dan pembangunan kota yang berkelanjutan, budaya dan industri kreatif menjadikan kota sebagai tempat yang lebih menarik bagi masyarakat untuk tinggal dan kegiatan ekonomi untuk berkembang.  

• Budaya dan kreativitas juga berkontribusi pada kohesi sosial di tingkat lingkungan, memungkinkan jejaring kreatif untuk membentuk dan memajukan inovasi dan pertumbuhan, dan menciptakan peluang bagi mereka yang sering tersisih secara sosial dan ekonomi.

• Secara umum, kota adalah pusat dari ekonomi kreatif dan memiliki peran penting dalam memanfaatkan potensi transformatif industri budaya dan kreatif melalui kebijakan dan lingkungan yang mendukung di tingkat lokal.

• Kota (City), Budaya (Culture), dan Kreativitas (Creativity) (CCC) memberikan prinsip panduan yang dikembangkan oleh UNESCO dan Bank Dunia, mendukung kota-kota dalam membuka kunci kekuatan industri budaya dan kreatif (CCI) untuk pembangunan kota yang berkelanjutan, berdaya saing, dan inklusi sosial.  

• Pandemi COVID-19 yang sedang berlangsung memiliki dampak yang mendalam pada sektor budaya, namun juga mengungkapkan kekuatan budaya dan industri kreatif sebagai sumber daya untuk pemulihan dan ketahanan kota. 

• CCC menawarkan panduan konkret untuk berbagai aktor ABGCM untuk memanfaatkan budaya dan kreativitas dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi kreatif lokal mereka dan membangun kota yang tangguh, inklusif, dan dinamis. 

Aset dan Sumber Daya

Aset dan sumber daya meliputi seniman, modal kreatif, dan warisan budaya takbenda (living heritage).

Pengungkit 

Enam kategori pengungkit kota kreatif yang terbukti penting mengekspresikan budaya dan kreativitas ke dalam ruang, ekonomi, dan sosial, yang bermanfaat yaitu:

1. Lingkungan fisik dan spasial: infrastruktur perkotaan dan layak huni

Pelaku kreatif membutuhkan ruang kerja yang terjangkau dan sering kali dapat disesuaikan yang menawarkan kedekatan dengan ekosistem kreatif yang lebih luas dan nyaman buat mereka. Mereka sering mendorong atau berkontribusi pada regenerasi lingkungan perkotaan dengan memanfaatkan ruang yang ditinggalkan atau kurang dimanfaatkan. Mereka juga mencari lingkungan yang menawarkan kualitas hidup yang baik, termasuk infrastruktur dasar, layanan, dan fasilitas.

2. Modal Manusia: keterampilan dan inovasi

Pelaku kreatif dan orang lain yang bekerja di ekosistem kreatif membutuhkan peluang untuk menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan mereka. Mereka sering membutuhkan kombinasi kesempatan belajar, baik formal maupun informal, dan berkontribusi pada transmisi warisan budaya takbenda. 

3. Jejaring dan infrastruktur pendukung: jejaring sosial, katalisator, dukungan, dan pembiayaan 

Efek jejaring penting di dalam dan di antara Culture Creative Industry (CCI) di kota-kota kreatif meningkatkan hubungan antara para pelaku kreatif dengan peserta CCI dan berkontribusi pada inovasi dan pertumbuhan ekonomi kreatif. Pelaku kreatif mencari inspirasi dari satu sama lain dan melompat dari satu pekerjaan kreatif ke pekerjaan lain, mendorong pertumbuhan dan perkembangan CCI. Katalisator membuat hubungan antara pelaku kreatif dengan mitra lainnya. Pelaku kreatif membutuhkan layanan pengembangan bisnis dan akses pembiayaan yang disesuaikan dengan risiko yang terkait dengan pekerjaan mereka.

4. Lingkungan kelembagaan dan peraturan: lembaga inklusif, peraturan, dan kemitraan 

Pelaku kreatif, termasuk artis dan profesional budaya, membutuhkan institusi dan peraturan yang kondusif untuk melindungi praktik dan kemampuan mereka untuk hidup dan berproduksi di kota kreatif, seperti kota yang melindungi kekayaan intelektual, mempromosikan keberagaman dan inklusi sosial, dan memungkinkan akses mereka ke perumahan yang terjangkau. Jenis intervensi yang diperlukan untuk lingkungan CCI yang kondusif biasanya memerlukan kemitraan antara berbagai aktor publik, swasta, dan pemangku kepentingan lainnya.

5. Keunikan

Kombinasi yang unik dari fitur intrinsik dan kota yang menghasilkan nilai dan daya tarik serta menumbuhkan bakat kreatif dan kelompok sasaran yang akan menikmati dan mengonsumsi apa yang mereka hasilkan.

6. Lingkungan digital

Digitalisasi berkontribusi pada pengembangan metode dan alat yang dapat meningkatkan efisiensi seluruh rantai nilai CCI.

Studi kasus di beberapa negara sebagai ilustrasi akan arti pentingnya kombinasi pengungkit

Lima, Peru, yang memanfaatkan tradisi kulinernya untuk membuka potensi pertumbuhan ekonomi dan memperbaiki lingkungan, menghasilkan lebih banyak pekerjaan dan peluang bagi kelompok sosial yang terpinggirkan.

Kyoto, Japan, yang memanfaatkan warisan warisan budayanya yang kaya dengan memanfaatkan teknologi baru untuk membangun bagian dinamis baru dari ekonomi perkotaan sambil meningkatkan inklusi sosial. Keberhasilan klaster kreatif dan seni baru membantu mengubah ruang fisik kota dan memantapkan posisinya sebagai kota kreatif yang terkenal secara global.

Kobe, Japan, sebuah Kota Desain Kreatif UNESCO yang memanfaatkan tradisi budaya dan kreatifnya yang unik untuk ‘membangun kembali dengan lebih baik’ setelah bencana gempa bumi dan mengembangkan identitas kota dengan kekuatan budaya dan sejarah lokal.

Seoul, Republik Korea, Kota Kreatif Desain UNESCO, pemerintahnya memanfaatkan modal budaya dan kreatif sebagai pendorong utama pertumbuhan sosial ekonomi dan diversifikasi ekonomi dan memberikan dukungan sistematis untuk kelompok kreatif dan proyek lokal, yang menghasilkan manfaat penting dalam regenerasi kota dan penciptaan lapangan kerja.

Madaba, Jordan, sebuah kota kecil yang ditetapkan sebagai Kota Kreatif Kerajinan dan Kesenian Rakyat UNESCO pada tahun 2017, yang menjadi destinasi wisata utama dan meremajakan struktur perkotaan dan ekonominya dengan melestarikan dan mempromosikan kriya lokal kuno pembuatan mosaik. 

Brazzaville, Democratic Republic of Congo, Kota Musik Kreatif UNESCO yang merangkul tradisi musik lokal yang unik sebagai aset dan membantu membangun kembali kohesi sosial dengan mendukung seniman dan mempromosikan keterampilan kriya mereka.

Santos, Brazil, a Kota Kreatif UNESCO di bidang film yang telah berinvestasi dalam mendukung ekonomi kreatif untuk mempromosikan perubahan sosial dan ekonomi di antara kelompok yang paling rentan.

Angoulême, France, Kota Kreatif UNESCO di bidang literatur yang memanfaatkan industri buku komik untuk mendorong pembangunan sosial-ekonomi dan perkotaan di wilayah tersebut. 

Belgrade, Serbia, kegiatan kreatif dari bawah ke atas dengan dukungan publik yang terbatas menyebabkan transformasi perkotaan dan revitalisasi daerah yang terabaikan

Kyoto, Jepang, misalnya, meskipun memiliki tradisi menarik bakat kreatif, sebagian berkat keunikan dan sejarahnya sebagai ibu kota kuno Jepang, baik pemerintah kota maupun nasional campur tangan di seluruh rangkaian pendukung utama untuk membuat kota kondusif bagi CCI untuk terus berkembang. berkembang. Pemerintah pusat memindahkan Badan Urusan Kebudayaan Jepang ke Kyoto pada tahun 2017. Untuk menandai prioritas yang ditempatkan pada CCI, menjaga ICH, dan menguraikan intervensi yang memungkinkan, pemerintah daerah memperkenalkan Rencana Penciptaan Kota Seni Budaya Kyoto dan Rencana Promosi Revitalisasi Industri Tradisional Kota Kyoto Ketiga.

Baru-baru ini, pemerintah Kyoto memfasilitasi regenerasi di beberapa lingkungan, termasuk di sekitar Stasiun Kyoto, setelah mengamati regenerasi akar rumput yang didorong di lingkungan Stasiun Kyoto Timur oleh para kreatif. Ini termasuk memfasilitasi relokasi Universitas Seni Kota Kyoto ke lingkungan sekitar. Kemudian mengambil peran yang lebih aktif dalam mendorong regenerasi di lingkungan Stasiun Kyoto Barat, misalnya, mendirikan taman penelitian dan meningkatkan pasar dan taman. Pemerintah kota juga memberikan dukungan kepada ruang kreatif dan inkubator untuk memperdalam jejaring sosial kreatif. Dengan meningkatkan lingkungan yang mendukung di Kyoto, pemerintah lokal dan nasional telah berkontribusi pada lingkungan yang mana sekitar 16%-18% dari semua perusahaan swasta berada di CCI, mempekerjakan 10%-12% dari semua karyawan di Kyoto.

Outcomes 

Budaya dan kreativitas berkontribusi pada hasil spasial, ekonomi, dan sosial di kota-kota kreatif.

Spatial outcomes 

Ketika mereka mendorong regenerasi atau dimanfaatkan untuk membuat kota lebih menarik dan tempat yang menghibur untuk ditinggali, mereka menunjukkan efek kemudahan, menarik orang dan terkadang perusahaan untuk pindah. Faktanya, kota dengan fasilitas tinggi telah diamati tumbuh lebih cepat daripada kota dengan fasilitas rendah. Menurut penelitian baru-baru ini, di Amerika Serikat peran fasilitas dalam menarik penduduk baru ke kota telah meningkat dari waktu ke waktu dan merupakan prakiraan masa depan yang baik dari kebangkitan urbanisasi oleh populasi pemuda. Dan menurut survei global yang mencakup Afrika Sub-Sahara, Asia, dan Amerika Latin, fasilitas lokal, layanan publik, dan keamanan merupakan penentu penting untuk migrasi.

Economic outcomes 

Ketika CCI menciptakan lapangan kerja—seringkali pekerjaan yang sangat mudah diakses oleh komunitas yang terpinggirkan dan rentan—dan membantu menghasilkan pendapatan, mereka berkontribusi secara ekonomi bagi kekayaan kota dan nasional. Sebagian besar perempuan dan pemuda bekerja di sektor budaya dan khususnya di CCI. Secara global, sekitar 20% pekerja berusia 15-29 tahun bekerja di CCI, yang sebagai sektor merupakan pemberi kerja terbesar bagi kaum muda. Banyak CCI juga menghasilkan sejumlah besar pekerjaan non-kreatif. Perhitungan awal menggunakan data UNESCO menunjukkan bahwa, secara keseluruhan, untuk setiap pekerjaan kreatif di CCI, 1,7 pekerjaan non-kreatif diciptakan. Pekerjaan ini seringkali tidak memerlukan kualifikasi khusus, dan oleh karena itu memberikan peluang kerja yang signifikan (walaupun sebagian besar pekerjaan ini mungkin tidak berkualitas tinggi).

Social outcomes 

Dengan menawarkan individu dan masyarakat cara untuk mengekspresikan diri dan menjalin hubungan, CCI berkontribusi pada modal sosial dan pembentukan jejaring, yang dapat meningkatkan inovasi dan pertumbuhan. Selain itu, beberapa kasus telah menunjukkan bahwa upaya untuk membangun kembali kota dengan memanfaatkan CCI lokal dan secara partisipatif dapat berkontribusi pada kohesi sosial yang lebih besar dan toleransi yang lebih besar di antara kelompok etnis yang berbeda.

The COVID-19 Pandemic 

• Pandemi COVID-19 telah berdampak negatif pada kota-kota kreatif tetapi juga mengungkapkan kapasitas CCI, ketika ditawarkan lingkungan pendukung lokal yang sesuai, untuk berkembang dan membantu mengurangi dampak krisis tersebut. Dampak pada kota-kota kreatif bervariasi berdasarkan ketergantungan kota-kota ini pada CCI yang paling dirugikan oleh krisis. Namun secara agregat, dampaknya cukup besar. 

• Pada puncak penguncian (lockdown) pandemi, sekitar 95% negara menutup properti Warisan Dunia mereka, dan sekitar 90% museum di seluruh dunia ditutup, dengan sebanyak 1 dari 8 tidak diharapkan untuk dibuka kembali setelah pandemi. Pada awal detik kedua kuartal tahun 2020, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan bahwa perdagangan eceran; akomodasi dan layanan makanan; dan seni, hiburan, dan rekreasi—yang sebagian besar mengandalkan kedekatan fisik—adalah enam sektor yang paling terpukul. Proyeksi awal hilangnya lebih dari 100-190 juta pekerjaan di sektor pariwisata saja dapat menyebabkan penurunan PDB US$2,7-5,5 triliun.

The crisis demonstrated CCI resilience 

• Terlepas dari dampak negatif COVID-19 yang diamati selama kuartal pertama pandemi, krisis menunjukkan ketahanan CCI, memicu inovasi dalam kerajinan, pengiriman, dan perluasan pasar. Studi kasus yang tercakup dalam artikel ini menggambarkan peluang CCI untuk memberikan ketahanan di tengah krisis global. Beberapa sub-industri CCI terbukti sangat tangguh—terutama sub-industri yang dapat diakses secara elektronik seperti buku dan televisi. 

• Banyak situs dan museum Warisan Dunia, meskipun ditutup, telah dibuka secara online. Museum mendigitalkan koleksi dan menyelenggarakan banyak webinar, berkontribusi pada peningkatan 200% dalam penggunaan museum online pada April 2020, menurut International Council of Museums. 

• Kota-kota di seluruh dunia menyadari pentingnya memungkinkan akses yang lebih luas ke infrastruktur digital berkualitas untuk memungkinkan seniman lokal mengakses pasar yang lebih besar, seperti yang ditunjukkan oleh pendanaan inisiatif digital dari bakat kreatif di Buenos Aires, Kobe, dan Toronto, di antara kota-kota lain. Banyak yang berkomitmen untuk berinvestasi dalam ekspansi melalui upaya pemulihan mereka. Upaya ini dapat membantu beberapa materi iklan untuk terus mengakses pemirsa dan konsumen serta memperluas pasar mereka.

Guiding Principles and Recommendations 

Kota-kota yang ingin meningkatkan ketahanan CCI mereka dalam jangka pendek dan dampaknya terhadap lingkungan, komunitas, dan daya saing kota dalam jangka panjang dapat mengandalkan kerangka kerja CCC untuk:

• Petakan sumber daya budaya dan CCI mereka dengan mengukur ukuran, jangkauan, lokasi, pelaku, dan dampak dari kegiatan ini, yang merupakan kunci untuk aksi jangka pendek hingga jangka panjang.

• Identifikasi kendala utama bagi pertumbuhan dan perubahan struktural industri ini—seperti tidak adanya ruang produksi yang terjangkau dan/atau pengetahuan yang terbatas untuk meningkatkan produksi—dan kemampuan mereka untuk menawarkan manfaat spasial dan sosial.

• Prioritaskan intervensi untuk mengatasi kendala utama yang berdampak pada pengembangan CCI dengan berkonsultasi dengan pemangku kepentingan utama serta urutan implementasi.

• Membangun dan memberdayakan koalisi yang efektif dari pembuat kebijakan di tingkat lokal dan nasional, seniman dan perwakilan dari lembaga budaya, perwakilan CCI, dan pemangku kepentingan masyarakat lokal di kota untuk membantu intervensi yang lebih tepat sasaran dan memperkuat dampak intervensi pemerintah.

• Pada akhirnya, CCI dapat memainkan peran penting dalam revitalisasi dan pertumbuhan kota. Namun kemampuan kota untuk menciptakan lingkungan yang mendukung CCI bergantung pada daya tanggap pemerintah daerah dan koalisi kreatif mereka. Karena mereka menawarkan dampak positif bagi daya saing kota, pembangunan perkotaan, dan inklusi sosial, CCI sangat penting untuk dimasukkan dalam rencana pembangunan atau pemulihan jangka pendek dan strategi pembangunan jangka panjang. 

• Kerangka kerja dan studi kasus yang disajikan dalam artikel ini menawarkan alat dan pelajaran dari contoh dunia nyata untuk mendukung pengambil keputusan memanfaatkan potensi penuh kota kreatif mereka, serta untuk pulih dari krisis COVID-19 saat ini.

Table 1. Guiding principles for enabling creative cities 

Mapping cultural resources and CCIs 

Upaya kebijakan lokal lebih mungkin berhasil ketika mereka bertujuan untuk membangun aset budaya dan kreatif yang ada. Jadi, langkah pertama bagi pejabat kota adalah memahami apa mereka. Dalam beberapa kasus, aset kreatif kota dikenal dan dipahami dengan baik, seperti halnya Brazzaville, Madaba, dan Angoulême, mendirikan pusat budaya yang dikenal dengan bentuk seni yang unik. Kota-kota lain perlu mengidentifikasi aset kreatif dalam tatanan sosial dan budaya lokal. Pengetahuan tentang aset kreatif lokal seringkali dipegang oleh masyarakat lokal; oleh karena itu, pemerintah daerah harus mencari pengetahuan lokal dan adat tersebut untuk menginformasikan pembuatan kebijakan. Ada spektrum pendekatan yang dapat diambil antara lain:

–  Pelatihan ini tidak perlu terlalu terstruktur dan dijalankan dari atas ke bawah (top-down). Pengalaman Kyoto dan Kobe menunjukkan bahwa salah satu strategi yang berhasil adalah berfokus pada penciptaan lingkungan yang memungkinkan bagi komunitas kreatif dan inisiatif untuk muncul—kemudian merancang intervensi yang ditargetkan untuk mendukung mereka. Secara umum, dukungan untuk kreativitas terkadang hanya memerlukan identifikasi sumber dan membiarkannya berkembang sampai kebutuhan khusus untuk dukungan muncul.

–  Kasus Seoul menunjukkan pendekatan yang berlawanan. Pemerintah Metropolitan Seoul melakukan analisis perinci tentang potensi pasar aset budaya lokal dan mengadopsi pendekatan yang dipimpin pemerintah untuk mengembangkannya. Di tingkat nasional, pertumbuhan ekspor budaya Korea diakui sebagai peluang pembangunan, dan kebijakan yang diinformasikan bertujuan untuk meningkatkan ekosistem budaya sebagai sebuah industri. Di Seoul, strategi kota kreatif dimulai dengan mengidentifikasi CCI spesifik yang sudah ada di kota tersebut dan yang dapat berkembang lebih jauh (broadcasting, game, film/ animasi, musik, dan pendidikan digital).

• Identify key constraints 

kasus kota yang diuraikan dalam makalah ini menunjukkan berbagai pendekatan:

–  Seoul menawarkan contoh pendekatan top-down untuk mengidentifikasi kendala. Setelah visi menciptakan pusat industri kreatif baru dirumuskan oleh kota, komite perencanaan Digital Media City dibentuk dengan mempertemukan para pembuat kebijakan, pakar CCI, cendekiawan, dan praktisi internasional. Di bawah pengawasan komite perencanaan, analisis terperinci tentang peluang pasar dan hambatan pertumbuhan untuk masing-masing CCI utama di Seoul dilakukan dan hasilnya menginformasikan desain lingkungan baru.

–  Kyoto menawarkan contoh pendekatan campuran yang menggabungkan pembelajaran dari inisiatif dari bawah ke atas dengan tindakan kebijakan dari atas ke bawah. Kota membiarkan inisiatif sektor swasta mendorong pengembangan lingkungan Stasiun Kyoto Timur tetapi menggunakan pelajaran dari bagaimana masyarakat berkembang untuk lebih memahami kebutuhan CCI dalam pendekatan yang didorong oleh pemerintah untuk regenerasi lingkungan Stasiun Kyoto Barat.

–  Lima mewakili situasi di mana pemerintah kota dan nasional memungkinkan peningkatan revolusi kuliner dari bawah ke atas. Peluang dan kendala diidentifikasi melalui kerja sama erat dengan pemimpin klaster kuliner—koki dan pemilik restoran. Hal ini mendorong pemerintah metropolitan untuk meluncurkan proyek untuk merenovasi pasar makanan dan mendirikan “Cocina de Ideas”, sebuah inkubator dan akselerator bisnis baru dan inovasi dalam gastronomi, yang berfungsi sebagai pendukung pertumbuhan industri.

Prioritize interventions that enhance the resilience of long- term contributions of CCIs 

Membangun ketahanan komunitas kreatif dan CCI dimulai dengan memberdayakan komunitas kreatif organik dan memperkuat institusi dan keterampilan yang penting bagi mereka. Kebijakan ini membantu membangun kembali dan mengembangkan aset kreatif dan budaya inti yang selalu menjadi fondasi CCI yang sukses, dan pembangunannya kembali setelah guncangan apa pun. Berikut ini adalah contoh dari kasus kota di makalah ini:

–  Langkah pertama Madaba untuk diakui sebagai ‘Kota Mosaik’ terkait dengan pendirian Institut Seni dan Restorasi Mosaik Madaba yang berfokus untuk memastikan kelangsungan hidup dan transmisi keterampilan artisanal.

–  Brazzaville pertama-tama berfokus untuk mendukung musisi dengan membuat program residensi yang memungkinkan musisi mengakses fasilitas, instrumen, dan teknologi yang dibutuhkan untuk meningkatkan proses kreatif mereka. Kota ini juga menjalankan program dukungan untuk musisi yang mengalami kesulitan.

–  Upaya berkelanjutan Kobe sebagian didorong oleh kepala manajer industri kreatif yang fungsinya mencakup memelihara dan membangun jejaring profesional kreatif dan memastikan mereka mendapatkan kontrak dan peluang kerja di area lokal.

Build and empower an effective coalition 

Koalisi publik-swasta sangat penting untuk memungkinkan pembangunan ekonomi lokal, dan ini tidak kalah relevan dengan CCI. Koalisi dapat berfungsi sebagai lembaga formal atau sebagai jejaring konsultatif informal. Mereka harus inklusif dan memberi peserta kesempatan nyata untuk mempengaruhi keputusan kebijakan. Berikut ini adalah contoh dari studi kasus:

–  Komite perencanaan Seoul Digital Media City (DMC) adalah badan koalisi yang diorganisir secara formal di Seoul yang didirikan untuk memiliki platform di mana berbagai pemangku kepentingan dapat berkumpul dan membentuk kebijakan.

– Asosiasi profesional gastronomi APEGA Lima, yang diorganisir oleh para pemimpin industri sendiri, telah dibentuk dan terbukti sangat efisien dalam mengidentifikasi dan menangani kebutuhan industri. Kota ini melihat APEGA sebagai mitra utamanya dalam memajukan dan meningkatkan peluang pengembangan kota kreatif.

–  Pemerintah daerah Kobe mendukung dan membiayai beberapa organisasi CCI dan mempekerjakan para profesional yang tugasnya berfokus pada memelihara hubungan dengan komunitas kreatif. Akibatnya, interaksi antara balai kota dan CCI melewati berbagai jalur formal dan informal.

Program Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UCCN)

Misi

Program ini diluncurkan pada tahun 2004, Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UCCN) bertujuan untuk memperkuat kerja sama dengan dan antarkota yang telah mengakui kreativitas sebagai faktor strategis pembangunan berkelanjutan dalam aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan.

Sampai dengan saat ini ada 246 kota yang telah membentuk jejaring untuk bekerja sama menuju tujuan bersama: menempatkan kreativitas dan industri budaya di jantung rencana pembangunan mereka di tingkat lokal dan bekerja sama secara aktif di tingkat internasional.

Dengan bergabung dalam Jejaring, kota-kota mengakui komitmen mereka untuk berbagi praktik terbaik, berkembang kemitraan yang mempromosikan kreativitas dan industri budaya, memperkuat partisipasi dalam kehidupan budaya dan mengintegrasikan budaya dalam rencana pembangunan perkotaan.

Jejaring Kota Kreatif UNESCO mencakup tujuh bidang kreatif: Kerajinan dan Kesenian Rakyat, Desain, Film, Gastronomi, Sastra, Seni Media, dan Musik.

Tujuan

Jejaring Kota Kreatif UNESCO bertujuan untuk:
– memperkuat kerja sama internasional antar kota yang telah mengakui kreativitas sebagai faktor strategis pembangunan berkelanjutan mereka;
– merangsang dan meningkatkan inisiatif yang dipimpin oleh kota-kota anggota untuk menjadikan kreativitas sebagai hal yang penting komponen pembangunan perkotaan, terutama melalui kemitraan yang melibatkan masyarakat dan sektor swasta dan masyarakat sipil.
– memperkuat penciptaan, produksi, distribusi dan penyebaran kegiatan budaya, barang dan layanan;
– mengembangkan pusat kreativitas dan inovasi serta memperluas peluang bagi pencipta dan profesional di bidang budaya;
– meningkatkan akses dan partisipasi dalam kehidupan budaya serta penikmatan benda-benda budaya dan layanan, terutama untuk kelompok dan individu yang terpinggirkan atau rentan;
– mengintegrasikan sepenuhnya budaya dan kreativitas ke dalam strategi dan rencana pembangunan lokal.

Area aksi

Tujuan Jejaring Kota Kreatif UNESCO diimplementasikan, baik di tingkat kota-kota anggota maupun di tingkat internasional, terutama melalui area aksi sebagai berikut:

– berbagi pengalaman, pengetahuan dan praktik terbaik;
– proyek percontohan, kemitraan dan inisiatif yang menghubungkan sektor publik dan swasta, dan masyarakat sipil;
– program dan jejaring pertukaran profesional dan artistik;
– kajian, penelitian dan evaluasi pengalaman Kota Kreatif;
– kebijakan dan langkah-langkah untuk pembangunan perkotaan yang berkelanjutan;
– komunikasi dan kegiatan peningkatan kesadaran.

UCCN tidak hanya sebagai platform atas peran kreativitas sebagai pengungkit pembangunan berkelanjutan, tetapi juga sebagai tempat berkembangnya aksi dan inovasi, terutama untuk implementasi Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan. 

Bidang-Bidang Kreatif dan Agenda Pembangunan Berkelanjutan 

1. Kota Kreatif Bidang Kerajinan dan Kesenian Rakyat

a. Adanya tradisi yang bertahan lama dalam bentuk kerajinan dan kesenian rakyat.

b. Adanya produksi kerajinan dan kesenian rakyat yang bersifat kontemporer.

c. Kehadiran pembuat kerajinan (perajin) dan seniman tradisi yang menonjol.

d. Adanya pusat-pusat pelatihan kerajinan dan kesenian rakyat (festival, pameran, dan pekan raya)

e. Ketersediaan sarana dan prasarana yang terkait dengan kerajinan dan kesenian rakyat. 

2. Kota Kreatif Bidang Desain

a. Adanya industri desain yang telah mapan.

b. Adanya bentang budaya (cultural landscape) yang meliputi interaksi manusia dengan lingkungannya (arsitektur, perencanaan kota, ruang publik, monumen, transportasi, signage, dan sistem informasi).

c. Adanya sekolah-sekolah desain dan pusat penelitian desain.

d. Adanya kelompok-kelompok pelatihan bagi perancang dan pencipta kegiatan yang berkesinambungan, baik di tingkat lokal maupun nasional.

e. Adanya pengalaman menyelenggarakan pekan raya, acara dan pameran yang didedikasikan untuk desain.

f. Adanya kesempatan bagi perancang lokal dan perencana kota untuk memanfaatkan bahan-bahan kandungan lokal.

g. Adanya Industri kreatif berbasis desain: arsitektur, interior, mode, tekstil, perhiasan, aksesori, interaksi desain, desain perkotaan yang berkelanjutan.

3. Kota Kreatif Bidang Film

a. Adanya infrastruktur yang memadai untuk pembuatan film, misalnya studio, film, bentang budaya/film, sinematogafi dll

b. Memiliki kaitan sejarah dengan produksi, distribusi, dan komersialisasi film terutama konten ceritanya relevan dengan budaya lokal

c. Warisan sinematografi dalam bentuk arsip, museum, koleksi pribadi dan sekolah film

d. Tradisi penyelenggaraan festival film, kegiatan pemutaran film dan sinematografi

e. Tempat lahir, tempat tinggal, dan tempat kerja para pencipta dan seniman yang bekerja di industri film

f. Gambaran kota di film-film yang diciptakan oleh pencipta dan seniman yang bekerja di industri film 

g. Adanya film yang bercerita tentang kota


4. Kota Kreatif Bidang Gastronomi

a. Masyarakat memiliki keahlian memasak yang berkembang dengan baik dan menjadi karakteristik pusat-pusat kota dan wilayah.

b. Masyarakat hidup dengan keahlian memasak, banyak juru masak, dan restoran tradisional.

c. Unsur endogen (kandungan lokal) banyak digunakan dalam masakan tradisional

d. Adanya pengetahuan lokal, praktik kuliner (makanan) tradisional dan cara memasak yang membuat industri gastronomi (seni, ilmu memasak, menghidangkan, dan menikmati makanan enak) berlanjut sampai sekarang.

e. Adanya pasar makanan tradisional dan industri makanan tradisional.

f. Adanya tradisi menyelenggarakan festival gastronomi, penghargaan, kontes, dan pengakuan dari kalangan luas.

g. Menghargai lingkungan dan memperkenalkan produk lokal yang berkelanjutan.

h. Memelihara apresiasi publik memperkenalkan nutrisi pada lembaga pendidikan termasuk program konservasi keanekaragaman hayati di dalam kurikulum memasak di sekolah


5. Kota Kreatif Bidang Sastra

a. Adanya kualitas, kuantitas dan keanekaragaman kantor penerbitan dan editorial

b. Adanya kualitas, kuantitas program, pendidikan yang difokuskan untuk sastra nasional atau asing, baik di sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi

c. Di lingkungan perkotaan, sastra, drama dan puisi memainkan peran integral

d. Pengalaman dalam menyelenggarakan acara sastra dan festival yang bertujuan untuk memperkenalkan sastra nasional dan asing

e. Perpustakaan, toko buku dan pusat kebudayaan publik dan swasta didedikasikan untuk memperkenalkan sastra nasional maupun asing

f. Para penerbit secara aktif menerjemahkan karya sastra dari bahasa nasional yang beragam dan bahasa asing

g. Keterlibatan secara aktif media, termasuk media baru dalam memperkenalkan dan memperkuat pasar untuk produk sastra. 


6. Kota Kreatif Bidang Seni Media

a. Adanya pengembangan budaya dan industri kreatif yang didorong oleh kemajuan teknologi digital.

b. Keberhasilan integrasi seni media yang mengarah pada perbaikan kualitas hidup di perkotaan.

c. Pertumbuhan bentuk dan seni elektronik mencari peran dari masyarakat sipil.

d. Akses lebih luas terhadap budaya melalui pengembangan teknologi digital.

e. Program pemagangan dan ruang studio untuk para seniman media.


7. Kota Kreatif Bidang Musik

a. Adanya pusat-pusat aktivitas dan penciptaan musik yang diakui oleh masyarakat

b. Berpengalaman dalam menyelenggarakan festival, baik tingkat nasional maupun internasional

e. Memperkenalkan industri musik, konservatori (musik klasik), akademi, dan lembaga pendidikan tinggi khusus dalam bidang musik

f. Memiliki sekolah musik, konservatori, akademi dan lembaga pendidikan tinggi khusus dalam bidang musik

g. Adanya struktur pendidikan musik informal, termasuk paduan suara dan orkestra

h. Perlakuan domestik atau internasional untuk genre musik tertentu dan musik dari negara lain

i. Ketersediaan ruang budaya untuk berlatih dan mendengarkan musik, seperti ruang terbuka maupun auditorium


17 TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

I. Mengentaskan kemiskinan dalam segala bentuknya dimanapun; 

II. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, perbaikan gizi, dan mempromosikan pertanian berkelanjutan;

III. Menjamin kehidupan sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua orang dari semua kelompok usia;

IV. Menjamin pendidikan inklusif dan merata dan mempromosikan peluang pembelajaran sepanjang hayat untuk semua orang; 

V. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan;

VI. Memastikan tersedianya dan manajemen air dan sanitasi keberlanjutan untuk semua;

VII. Memastikan akses yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan dan energi modern untuk semua;

VIII. Pekerjaan penuh dan produktif serta pekerjaan yang layak untuk semua; 

IX. Pembangun infrastruktur yang tangguh, mempromosikan industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan, dan menumbuhkan inovasi; 

X. Mengurangi ketimpangan di dalam dan di antara negara-negara; 

XI. Pembangun kota-kota dan permukiman yang inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan;

XII. Menjamin pola produksi dan konsumsi berkelanjutan, 

mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan; 

XIII. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya;

XIV. Mengonservasi dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya lautan (ocean), laut (seas), dan biota kelautan (marine) untuk pembangunan berkelanjutan;

XV. Melindungi, memulihkan dan mempromosikan penggunaan yang berkelanjutan ekosistem daratan dll;

XVI. Mempromosikan perdamaian dan masyarakat yang inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, memberikan akses keadilan untuk semua dan membangun yang efektif, akuntabel, dan kelembagaan yang inklusif di semua tingkatan; 

XVII. Memperkuat cara implementasi dan revitalisasi kerja sama global untuk pembangunan berkelanjutan; 

Prinsip-prinsip pengajuan aplikasi UCCN

Pemohon aplikasi UCCN (UNESCO Creative Cities Network) agar memperhatikan prinsip-prinsip pengajuan aplikasi UCCN antara lain sebagai berikut:

  1. Kepedulian terhadap Budaya Lokal

UNESCO Creative Cities Network (UCCN) mengharuskan para anggotanya untuk menghargai, melindungi, dan mengembangkan budaya lokal.

  1. Komitmen untuk Kreativitas dan Inovasi

UCCN mengharuskan para anggotanya untuk menciptakan ide-ide baru dan terus berinovasi dengan menciptakan kegiatan, produk dan layanan, yang memberikan nilai tambah bagi komunitasnya.

  1. Keterbukaan dan Partisipasi

UCCN mengharuskan para anggotanya untuk menciptakan budaya kerja sama antara pemerintah, bisnis, dan komunitasnya, untuk mempromosikan kerja sama dan berpartisipasi aktif dalam skala lokal, regional, dan global.

  1. Dukungan terhadap Kebijakan Publik

UCCN mengharuskan para anggotanya untuk mendorong kebijakan publik yang mendukung kreativitas dan implementasi hak cipta yang adil, termasuk pelindungan yang layak terhadap pekerjaan kreatif.

Selain itu, juga dukungan pendidikan yang sesuai dengan bidang kreatif UCCN (Kerajinan dan Seni Tradisional, Sastra, Gastronomi, Desain, Seni Media, Musik, dan Film) dan mempromosikan tentang peran penting hak cipta dalam pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya dalam masyarakat.

Aplikasi UCCN harus mencakup pernyataan bahwa pemohon telah mematuhi undang-undang hak cipta dan bahwa mereka telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan bahwa pengajuan mereka tidak melanggar hak cipta siapa pun.

UNESCO juga mengharuskan pemohon untuk menyertakan dokumen yang menunjukkan bahwa mereka telah memperoleh izin dari pemilik hak cipta ketika menyertakan karya seni, desain, atau media yang berhak cipta.

Selain itu, UCCN juga mendorong anggotanya untuk menyediakan kebijakan publik tentang pelindungan hak cipta dan mempromosikan hak cipta yang adil dan sesuai dengan prinsip hak asasi manusia, keanekagaman budaya, dan pembangunan berkelanjutan.

Sister City, Smart City, UCCN

Sister City, Smart City, UCCN

Sister City (Kota Kembar)

Kota Kembar adalah bentuk kemitraan antara dua kota, negara bagian, atau negara yang secara resmi diakui oleh kesepakatan antara keduanya. Ini adalah cara untuk membina hubungan internasional antarkota dan sering berfungsi untuk mempromosikan pertukaran budaya.

Contoh Kota Kembar:

  1. Tokyo, Jepang & Los Angeles, AS
  2. Vancouver, Kanada & Shanghai, Cina
  3. Paris, Prancis & New York, AS
  4. Madrid, Spanyol & Mexico City, Meksiko

Smart City (Kota Pintar)

Kota Pintar (Smart City) adalah daerah perkotaan yang menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi layanannya, seperti energi dan transportasi, dan untuk meningkatkan kualitas hidup warganya.

Contoh Kota Pintar:

  1. Singapore, Singapura
  2. Helsinki, Finlandia
  3. Barcelona, Spanyol
  4. Amsterdam, Belanda

UCCN (Jejaring Kota Kreatif UNESCO)

Jejaring Kota Kreatif UNESCO (UCCN) adalah jejaring kota-kota yang diakui karena kreativitas mereka di bidang musik, film, desain, sastra, kriya dan kesenian rakyat, seni media, dan gastronomi. Setiap kota berkomitmen untuk berbagi budaya dan kreativitasnya dengan dunia, dan untuk mengembangkan dan memperkuat sektor budaya kota.

Contoh Jejaring Kota Kreatif UNESCO:

  1. Paris, Prancis
  2. Istanbul, Turki
  3. Rio de Janeiro, Brasil
  4. Kyoto, Jepang
  5. Pekalongan, Indonesia
  6. Bandung, Indonesia
  7. Ambon, Indonesia
  8. Jakarta, Indonesia