Kebudayaan Indonesia mau dibawa kemana?

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menjelaskan tentang tujuan hidup kita berbangsa dan bernegara sangat jelas tertulis dalam pembukaan UUD 1945 dan tidak pernah diubah sampai sekarang, kecuali batang tubuh dan pasal-pasalnya yang telah mengalami revisi beberapa kali.

Alinea keempat pembukaan UUD 1945 menyebutkan:
Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

Pasal 32, UUD 1945 juga telah mengatur tentang kebudayaan.

Bagaimana dengan pendidikan?

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pun masih dipelajari sampai sekarang sejak pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Pertanyaan selanjutnya, apakah kita sudah menjadi manusia Indonesia, seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa dan negara ini?

Agama dan Kebudayaan

Negara mengakui agama dan kepercayaan dijelaskan dalam pasal 29, UUD 1945. Pasal 29 UUD 1945 adalah ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Ayat (2) berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

Demikian juga dengan kebudayaan, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional (pasal 32, ayat 1 dan 2)

Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.

Demikian juga kebudayaan, Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Karena masyarakat Indonesia majemuk, yang memiliki latar sejarah, geografis, dan pengalaman kontak-kontak budaya dengan budaya luar (asing), selama hal itu tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, budaya asing yang positif dapat memperkaya kebudayaan Indonesia.

Karena Kebudayaan bersumber dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka masyarakat yang memiliki kebudayaan yang majemuk juga mempunyai nilai-nilai budaya yang beragam dalam menyikapi pengaruh-pengaruh dari luar.

Kebudayaan nasional Indonesia berasal dari masa sebelum kemerdekaan, yang tumbuh dan berkembang sampai saat ini, melalui pinjam meminjam, tukar menukar pengetahuan dan pengalaman di antara penerus tradisi dan praktisi budaya, baik yang tinggal di dalam maupun di luar negeri, sehingga terbentuk manusia Indonesia seperti saat ini.

Dinamika masyarakat Indonesia semakin cepat mengalami perubahan akibat perkembangan teknologi digital yang sangat pesat.

Bagaimana sikap kita dalam menghadapi perubahan tersebut?

Belajar dan beradaptasi agar kita tidak tergerus dengan arus globalisasi dan industrialisasi yang mengancam keberagaman budaya di tanah air.

Pemanfaatan kebudayaan untuk memberi manfaat sosial dan ekonomi telah menjadi bahan perdebatan di UNESCO sehingga kita tidak perlu khawatir dengan perubahan yang terjadi selama kita mau belajar dan beradaptasi.

Dalam Konvensi 2003 tentang Pelindungan Warisan Budaya Takbenda (living heritage), pemanfaatan warisan budaya takbenda sangat dimungkinkan, bahkan didorong untuk tetap tampil dalam kekinian, diciptakan kembali dengan daya cipta insani, tidak distandardisasikan karena akan mematikan keberagaman budaya, tidak dibekukan dengan pengulangan yang membuat kebudayaan tidak tumbuh dan berkembang, dan tidak dikomersialisasikan di luar konteks ruang budaya yang bersangkutan.

Pemerhati budaya, pariwisata, dan industri budaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *