Pusat Krisis Kepariwisataan bertugas menangani krisis yang disebabkan oleh suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi tiba-tiba yang menimbulkan korban jiwa, kerugian material, dan mengancam keberlangsungan industri pariwisata dan destinasi pariwisata di Indonesia

Penyebab krisis karena faktor alam (gunung meletus, banjir dsbnya), kegagalan teknologi (kecelakaan karena human error, wabah penyakit dsb), dan sosial (konflik, teroris dsb).

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensional serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan Pengusaha.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah.

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

Definisi Wisatawan Mancanegara (International Tourist/ Visitor) dan Wisatawan Nusantara (Domestic Tourist)

Definisi wisatawan mancanegara sesuai rekomendasi United Nation World Tourism Organization (UNWTO) adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya, didorong oleh satu atau beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan (bekerja) di tempat yang dikunjungi dan lamanya kunjungan tersebut tidak lebih dari 12 (dua belas) bulan.

Definisi ini mencakup dua kategori tamu mancanegara, yaitu:

Wisatawan (tourist)

adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal paling sedikit dua puluh empat jam (overnight), akan tetapi tidak lebih dari dua belas (12) bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan, antara lain: berlibur, rekreasi, dan olahraga; bisnis, mengunjungi teman dan keluarga; misi; menghadiri pertemuan, konferensi; kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar, dan/ atau keagamaan.

Pelancong (Excursionist)

adalah setiap pengunjung seperti definisi di atas yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi (termasuk cruise passenger yaitu setiap pengunjung yang tiba di suatu negara dengan kapal atau kereta api, dimana mereka tidak menginap di akomodasi komersial yang tersedia di negara tersebut).

Wisatawan Nusantara (Domestic Tourist) adalah

Penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan dalam wilayah teritorial Indonesia secara suka rela kurang dari 6 bulan dan bukan untuk tujuan bersekolah atau bekerja (memperoleh upah atau gaji), serta sifat perjalanannya bukan rutin dengan kriteria:

– mereka yang melakukan perjalanan ke obyek wisata komersial, dan/ atau

– menginap di akomodasi komersial, dan/ atau

–  jarak perjalanan (pp) lebih dari 100 kilometer.

Wisatawan Nasional (Outbound) adalah orang Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, yang tinggal paling sedikit dua puluh empat jam (overnight), akan tetapi tidak lebih dari dua belas (12) bulan di tempat yang dikunjungi, atau yang tinggal kurang dari 24 jam di tempat yang dikunjungi, dengan maksud kunjungan, antara lain: berlibur, rekreasi, dan olahraga; bisnis; mengunjungi teman dan keluarga; misi; menghadiri pertemuan, konferensi; kunjungan dengan alasan kesehatan, belajar, dan/ atau keagamaan.

Pusat Krisis Kepariwisataan (National Tourism Crisis Center selanjutnya disingkat NTCC) adalah tempat pengumpulan dan pengolahan data primer dan sekunder, yang hasilnya berupa (a) pilihan (opsi) untuk pengambilan keputusan pimpinan dan/ atau (b) informasi yang diperlukan industri pariwisata, dinas pariwisata, media, wisatawan, dan masyarakat di destinasi pariwisata, yang disampaikan pada prakrisis, saat krisis, dan/ atau pascakrisis, sesuai pedoman yang telah ditetapkan.

Indikator Kinerja Krisis Kepariwisataan pada prakrisis, saat krisis, dan pascakrisis.

1. Tingkat Penghunian Kamar (TPK)

2. Jumlah kunjungan wisatawan

3. Pajak penjualan (kalau tersedia)

4. Media yang menyebutkan  destinasi

5. Media yang menyebutkan tipe krisis (lingkungan, misalnya gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, banjir, topan, kebakaran, polusi, kebocoran minyak dsb; peristiwa sosial/ politik misalnya, kriminal, kerusuhan politik, kudeta, terorisme, perang; peristiwa teknologis, misalnya kecelakaan transportasi; peristiwa kesehatan misalnya H1N1/ H5N1, penyakit kaki dan mulut, SARS, Salmonela, kolera, malaria dsb; peristiwa ekonomis misalnya krisis keuangan/ fiskal dan kejatuhan nilai tukar mata uang) dan media yang merespons krisis.

6. Kali kunjungan

7. Kemungkinan berkunjung

8. Opini positif terhadap destinasi

9. Opini negatif terhadap destinasi

10. Kemungkinan merekomendasi destinasi lainnya

11. Jumlah media yang memberitakan destinasi

12. Jumlah media yang memberitakan krisis

13. Jumlah media yang memberitakan respons terhadap krisis

14. Jumlah tone positif, negatif, atau netral

Sumber: Diolah dari ASEAN Crisis Communications Manual, 2015; BPS dan sumber lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *