Nilai Budaya dan Ekonomi Kreatif

Bahan baku ekonomi kreatif adalah nilai budaya.

Note: # 1 INTI Kebudayaan adalah NILAI.

Ekspresi dari penciptaan nilai diartikan sebagai  manifestasi nilai yang memberi manfaat bagi perbaikan kualitas hidup, peningkatan kesejahteraan, dan pelestarian lingkungan.

Nilai artinya apa yang dianggap baik, benar, yang dapat memotivasi atau menggerakkan kita melakukan sesuatu, yang membuat kita fokus, dan yang membuat kita bahagia setelah melakukan sesuatu (coach wulan)

Nilai yang berorientasi pada hidup, alam, manusia, waktu, dan kerja.

Kearifan lokal: “Kadang kita terlambat menyadari setelah lingkungan hidup kita telah rusak, uang bukanlah segala-galanya.”

Note: # 2 Global Creativity Gap

Dunia percaya bahwa kreativitas DIHAMBAT di TEMPAT KERJA dan SEKOLAH.

80% (2/3) penduduk dunia percaya bahwa hanya dengan KREATIVITAS akan meningkatkan PERTUMBUHAN ekonomi dunia.

Satu dari empat orang di dunia mempunyai potensi kreatif. Tetapi, 75% penduduk dunia merasa tertekan (stress) karena dituntut harus PRODUKTIF daripada KREATIF di tempat kerja.

Hanya 39% penduduk dunia yang kreatif, sedangkan Amerika Serikat, menyatakan 52% penduduknya kreatif.

Hasil riset tentang entrepreneur di kawasan ASEAN menunjukkan bahwa 7% penduduk Singapura adalah wirausaha, Malaysia dan Thailand (4%), sedangkan Indonesia kurang dari 2% (Kompas, 2014).

Semakin banyak orang kreatif (entrepreneur) di suatu negara, pertumbuhan ekonominya semakin baik. Indonesia perlu 1 juta orang kreatif untuk mencapai rasio 4% dari populasi agar terjadi pertumbuhan ekonomi.

Dalam hal EKOSISTEM KEWIRAUSAHAAN, Indonesia menempati peringkat ke-68 dari 121 negara di dunia menurut The Global Entrepreneurship & Development Index 2014.

Note: # 3 Multikultur

Basis utama pengembangan ekonomi kreatif berdasarkan UNCTAD adalah MULTIKULTUR  (saling mengenal, saling mempelajari perbedaan, saling menghormati perbedaan, Lawrence A. Bloom), yang meliputi unsur kebudayaan, tenaga kerja, perdagangan, teknologi, pendidikan, dan pariwisata.

Note: # 4 Ekonomi Kreatif

Ekonomi berbasis pengetahuan adalah ekonomi baru atau yang sekarang dikenal dengan istilah ekonomi kreatif.

Ekonomi kreatif berbasis infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, sangat diperlukan untuk pengembangan ekonomi kreatif di masa depan (produk kreatif masa depan, 70% digital).

Ada empat (4) pilar untuk menopang ekonomi kreatif berbasis TIK yaitu pilar kreativitas, manajemen berbasis  pengetahuan, pendidikan berbasis kreativitas, dan inovasi terbuka.

Note: # 5  Pengertian Ekonomi Kreatif, Kebudayaan, Industri Budaya, dan Industri Kreatif

– Ekonomi Kreatif (pengasuhan, kebudayaan, insan kreatif, pencipta lapangan kerja, inovasi, perdagangan, inklusi sosial, keragaman budaya, dan pembangunan lingkungan yang berkelanjutan).

– Kebudayaan (spiritual, material, intelektual, emosional; masyarakat atau kelompok sosial tertentu; seni, sastra, gaya hidup, cara-cara hidup bersama, sistem nilai, tradisi, dan kepercayaan).

– Industri budaya (produk dan jasa yang dihasilkan secara massal yang dilindungi hak cipta).

– Industri kreatif (kreativitas, talenta, individu, pencipta lapangan kerja, kesejahteraan, dan eksploitasi kekayaan intelektual dan konten).

Note: # 6 Discovery

Discovery (tidak disengaja), Invention (penemuan teknologi melalui riset dan pengembangan), Inovasi (pengembangan untuk tujuan komersial), dan Difusi (eksploitasi IP untuk meningkatkan nilai ekonomi)

Note: # 7 Fokus Utama Ekonomi Kreatif

Ekonomi Kreatif, fokus utamanya adalah insan kreatif, yang ditingkatkan kemampuannya sehingga dapat mengembangkan bisnis kreatif yang turunannya disebut industri kreatif.   

Note: # 8 Kolaborasi

Ekonomi kreatif tumbuh dan berkembang dari kolaborasi kreativitas kreativitas budaya, kreativitas iptek, dan kreativitas ekonomi.

Note: # 9 DCMS

– Inggris (DCMS) mengembangan 13 subsektor industri kreatif (arsitektur, periklanan, seni dan pasar antik,  kriya, desain, mode, film dan video, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak, televisi dan radio, video permainan).

– Model Teks Simbolik (inti industri kreatif: periklanan, film, internet, musik, penerbitan, televisi dan radio, video permainan; lingkaran perifer: seni kreatif; industri budaya perbatasan: konsumer elektronik, mode, perangkat lunak, olahraga).

– Model Lingkaran Konsentrik (inti seni kreatif: literatur, musik, seni pertunjukan, seni visual; inti industri budaya lainnya: film, museum dan perpustakaan; industri budaya yang lebih luas: jasa warisan budaya, penerbitan, rekaman suara, tevisi dan radio, video permainan; industri terkait: periklanan, arsitektur, desain, mode)

– Model Hak Cipta WIPO (inti industri hak cipta: periklanan, lembaga manajemen kolektif, film dan video, musik, seni pertunjukan, penerbitan, perangkat lunak, televisi dan radio, seni visual dan grafis; industri hak cipta yang saling berhubungan: material rekaman kosong, konsumer elektronik, instrumen musik, kertas, fotokopi, peralatan fotografi; industri hak cipta parsial: arsitektur, pakaian dan alas kaki, desain, mode, perlengkapan rumah tangga, dan mainan

Note: # 10 Perspektif Global

Perspektif global tentang ekonomi kreatif telah menjadi tren dunia yang mempunyai arti yang berbeda satu dengan yang lainnya:

– Kontribusi terhadap PDB cenderung meningkat terutama di negara maju

– Beberapa negara berkembang mempromosikan Desain sebagai alat strategis untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi

– Kreativitas dan inovasi membutuhkan kompetensi manajemen dalam organisasi.

Note: # 11 Connectivity

Kreativitas adalah kemampuan untuk menghubung-hubungkan sesuatu yang kita ketahui (Connectivity)

Note: # 12 Creative Places

Bagaimana menghubung-hubungkan orang dalam banyak tempat (Creative Places)

Note: # 13 Kecerdasan

Kecerdasan manusia dan kreativitas adalah sumber daya utama yang menggerakkan ekonomi kreatif atau insan-insan kreatif sebagai agen perubahan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi

Note: # 14 Ekosistem

Ekosistem yang diperlukan oleh insan-insan kreatif yaitu lembaga pendidikan berbasis kreativitas dan inovasi, lokasi yang tetap dan peristiwa (event) yang diselenggarakan secara teratur, mentorship (orang yang memahami subsektor ekonomi kreatif sejak dari proses kreasi sampai komersialisasi), merancang program inkubasi dan akselerasi untuk start-up agar dapat mengembangkan bisnis di bidang industri kreatif, memfasilitasi kemudahan akses pembiayaan melalui non-perbankan dan perbankan serta memberikan edukasi dalam pengelolaan keuangan.

Note: # 15 Kolaborasi Insan Kreatif

Kolaborasi di antara insan-insan kreatif akan mempercepat terwujudnya bisnis di bidang industri game, misalnya seorang Kreator, perlu seorang Analis untuk menerjemahkan gagasan Kreator agar dapat dipahami oleh Programmer. Programmer kemudian menerjemahkan masukan dari Analis ke dalam bahasa Computer Graphic. Untuk pembuatan karakter 3D, Programmer dibantu oleh Desainer Komunikasi Visual, yang akan merancang desain grafis, multimedia, dan iklan, serta Game Publisher, yang akan menjual produk ke pasar.

Note: # 16 Komunikasi

Tahap yang sangat penting dalam pengembangan ekonomi kreatif adalah komunikasi.

Komunikasi yang tidak diucapkan hanya dapat dipahami melalui pendekatan budaya. Istilah yang digunakan adalah mendengarkan yang tidak diucapkan, tetapi karena dilakukan berulang-ulang oleh yang bersangkutan sehingga membentuk karakter khas, yang dapat dipahami kalau kita dapat “melihat dengan telinga  dan mendengar dengan mata.”

Note: # 17 Triple Helix

Triple helix berlandaskan pada pengetahuan sistem inovasi dengan mengantisipasi atau mengikuti tren teknologi terkini berawal dari riset pasar yang dilakukan oleh akademisi, yang hasilnya digunakan oleh pemerintah untuk menentukan prioritas investasi atau intervensi kebijakan dalam pengembangan sains dan teknologi, yang dibutuhkan oleh industri untuk melakukan riset dan pengembangan produk yang diminati pasar.

Note: # 18 The Power of Culture

Pada tahun 2010, UNESCO menerbitkan buku tentang The Power or Culture, untuk dapat lebih memahami kebudayaan mari kita lihat penjelasan berikut ini.

Note: # 19 Pembangunan Berkelanjutan

Kebudayaan adalah komponen fundamental pembangunan berkelanjutan.

Note: # 20 Kontributor Utama

Kebudayaan adalah kontributor utama pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan  pelindungan terhadap lingkungan.

Note: # 21 Repositori Pengetahuan

Kebudayaan adalah repositori pengetahuan, makna dan nilai yang mengatur seluruh aspek kehidupan, cara berinteraksi manusia pada skala global maupun lokal.

Note: # 22 Sumber Kreativitas

Kebudayaan sebagai sumber kreativitas, inovasi dan identitas.

Note: # 23 Seperangkat Fitur

Kebudayaan adalah seperangkat fitur spiritual dan material, intelektual dan emosional, dari suatu masyarakat atau kelompok sosial tertentu.

Note: # 24 Jejaring Makna

Kebudayaan adalah jejaring makna yang kompleks yang menghubungkan orang-orang di seluruh dunia.

Note: # 25 Pendidikan

Kebudayaan diperoleh melalui penanaman dan peningkatan kapasitas individu melalui pendidikan

Note: # 26 Kekuatan Dinamis

Kebudayaan adalah sebuah kekuatan dinamis untuk seluruh masyarakat, lokal atau global

Note: # 27 Dipengaruhi dan Memengaruhi

Kebudayaan dipengaruhi dan memengaruhi pandangan-pandangan dunia dan bentuk-bentuk ekspresif

Note: # 28 Tempat dan Waktu

Kebudayaan terikat pada tempat dan waktu pada momen sejarah tertentu, biasanya lokal

Note: # 29 Diasuh

Kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang, jika benar-benar diasuh

Note: # 30 Mudah Hilang atau Rusak

Kebudayaan, jika diabaikan akan mudah hilang atau rusak

Note: # 31 Inti Pengembangan Ekonomi Kreatif

Inti pengembangan ekonomi kreatif adalah nilai, makna, dan identitas yang dilindungi hak kekayaan intelektual.

Lingkaran yang kedua adalah industri budaya yang diproduksi secara massal, yang juga dilindungi hak kekayaan intelektual.

Lingkaran ketiga adalah industri kreatif yang berkembang dengan mengeksploitasi hak kekayaan intelektual.

Lingkaran yang paling luar adalah manufaktur dan jasa yang dihasilkan dari eksploitasi industri kreatif.

Note: # 32 Kepemilikan

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, tidak dibedakan kepemilikan komunal dengan kepemilikan individual.

Sampai saat ini, WIPO belum mengakui kepemilikan yang bersifat komunal, tetapi UNESCO mengakui kepemilikan secara komunal/kolektif.

Oleh karena itu, perlu dipahami perbedaan kepemilikan komunal dengan kepemilikan individual menurut Undang-Undang Hak Cipta.

Note: # 33 Communal Right

Perbedaan communal right (hak komunal/ kolektif) dengan individual right (hak individual)

Produk, kreator, penggunaan, kepemilikan, dan jangka waktu

Note: # 34 Manfaat Berbagi

Manfaat berbagi, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, manfaat yang perlu dibagi yaitu manfaat sosial, manfaat ekonomi, dan manfaat lingkungan.

Kita dapat belajar dari tradisi yang berkembang di Indonesia, lebih mengutamakan manfaat sosial daripada manfaat ekonomi sehingga Indonesia menjadi  pasar yang seksi bagi negara lain.

Karena masih mengandalkan eksploitasi sumber daya alam, lama kelamaan sumber daya alam akan habis.

Bagaimana membagi manfaat agar pembangunan dapat berkelanjutan?

Note: # 35 Manfaat (3M)

Manfaat sosial, manfaat ekonomi, dan manfaat lingkungan (3M)

Note: # 36

Manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan

– Manfaat sosial diperoleh dari pengasuhan yang dilakukan oleh komunitas/jejaring sosial

– Manfaat ekonomi diperoleh dari pemenuhan kebutuhan ekonomi yang cukup (sufficient economy)

– Manfaat lingkungan diperoleh dari pelestarian sumber daya alam berkelanjutan

– Manfaat sosial & ekonomi diperoleh dari kesetaraan sosial & lingkungan sosial

– Manfaat ekonomi & lingkungan diperoleh dari pembangunan ekonomi berkelanjutan

– Manfaat sosial & lingkungan diperoleh dari lingkungan alam berkelanjutan dan lingkungan terbangun (fisik)

Note: # 37 Social Commerce

Bagaimana memengaruhi orang agar mau belanja secara online.

Bagi Indonesia pengaruh media sosial sangat luar biasa, tidak hanya di kalangan masyarakat umum, tetapi juga di kalangan masyarakat menengah-atas.

Sayangnya. kebanyakan orang Indonesia  memanfaatkan media sosial, seperti facebook dan twitter hanya untuk manfaat sosial, belum banyak yang memanfaatkan untuk aktivitas ekonomi.

Note: # 38 MARK ZUCKERBERG

Idenya sederhana, MARK ZUCKERBERG (penemu Facebook) ingin meningkatkan EFEKTIVITAS KERJA bagi 10 ribu karyawannya dengan membangun Kota Mini Facebook pertama di dunia di kawasan MENLO PARK, San Fransisco, yang dirancang oleh arsitek FRANK GEHRY, yang terkenal akan karya Museum Guggenheim di Bilbao, Spanyol, 8 Spruce Street Tower di New York, dan   Fondation di Paris, menawarkan KONSEP HIJAU dan RUANG TERBUKA, yang akan membuat karyawan tiba di kantor hanya dalam waktu 5 menit, dengan bersepeda dan bebas polusi.

Pembangunan kota mini Facebook diperkirakan memakan biaya 400 USD untuk 394 unit tempat tinggal yang dilengkapi sarana penunjang seperti kantor, hotel, restoran, rumah sakit, pasar swalayan, dan sekolah.

Note: # 39 Berbasis Kekayaan Intelektual

Bagaimana mengembangkan industri kreatif berbasis kekayaan intelektual.

Pada saat gagasan dikonseptualkan belum ada pelindungan kekayaan intelektual.

Pelindungan hak cipta sejak gagasan diekspresikan dalam gambar, tulisan, suara, dan gerak.

Pada saat pengembangan konsep menggunakan invensi teknologi perlu didaftarkan patennya.

Sebelum produk dijual, perlu pelindungan merek.

Note: # 40 Berawal dari Riset dan Pengembangan

Proses pengembangan bisnis industri kreatif berawal dari riset dan pengembangan yang diikuti dengan pelindungan kekayaan intelektual.

Tahapan yang dilakukan mulai dari ide kreatif, pengembangan desain, pembuatan prototipe, dan penjualan. Prosesnya dapat dilihat pada slide di layar.

Note: # 41 Konvensi 2005 UNESCO

UNESCO menerbitkan Konvensi 2005 tentang Proteksi dan Promosi Keanekaragaman Ekspresi Budaya. Dalam penjelasan konvensi disebutkan bahwa untuk menghadapi globalisasi yang ditandai dengan penyeragaman budaya karena dominasi negara-negara maju.

Konvensi ini lahir dalam upaya menghadapi globalisasi dengan mengangkat lokalitas dan menghormati keberagaman budaya.

Dalam diagram siklus kebudayaan berawal dari kreasi, produksi, diseminasi, eksibisi, resepsi, transmisi, konsumsi, partisipasi, kembali lagi pada proses kreasi.

Pada bagian tengah siklus kebudayaan, merupakan inti dari siklus kebudayaan, yang tidak boleh hilang atau rusak, yakni nilai, makna, dan identitas.

Note: # 42 Rantai Nilai Kreatif

Rantai nilai kreatif berawal dari kreasi, produksi, distribusi, sampai pada penjualan retail dan konsumen.

Note: # 43 Supply – Demand

Rantai nilai kreatif menghubungkan penawaran (supply) dengan permintaan (demand).

Prosesnya berawal dari kreasi > pembuatan produk terbatas/massal > distribusi produk secara partai besar/retail > eksibisi/resepsi untuk dikonsumsi/diapresiasi.

Upaya pelestarian dilakukan melalui preservasi dan pengarsipan & melalui pendidikan/pelatihan, agar kebudayaan dapat tumbuh dan berkembang.

Note: # 44 Dari Kreasi sampai Komersialisasi

Rantai Nilai Kreatif. Ekonomi kreatif  yang menghubungkan penawaran (supply) dengan permintaan (demand). Prosesnya dimulai dari  Kreasi > Produksi > Diseminasi > Pameran > Resepsi > Komersialisasi.

Metode pertama dengan melakukan pengarsipan mulai dari proses kreasi sampai komersialisasi dalam Bank Data, yang dapat digunakan untuk menyusun perencanaan dan kebijakan ekonomi kreatif.

Metode kedua, melalui edukasi kepada insan keeatif yang akan menghasilkan wirausaha baru. Metoda ketiga, merencanakan pengembangan bisnis dengan melakukan riset dan pengembangan produk/jasa kreatif yang dilindungi hak kekayaan intelektual (hak cipta, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, dan merek) sebelum produk dijual ke pasar dan jasa kreatif ditawarkan kepada pengguna (user).

Note: # 45 Video Games

Marilah kita melihat perkembangan salah satu subsektor ekonomi kreatif, yaitu permainan interaktif (video games).

Dengan perkembangan teknologi digital, permainan interaktif dilakukan tidak dengan aktivitas fisik, tetapi dengan alat (console games), di dalam ruangan.

Note: # 46 Permainan Interaktif

Permainan interaktif dengan console games dapat dilakukan bersama-sama, dapat dimainkan sendiri atau dipertandingkan, di dalam ruangan.

Note: # 47 Membangun Kebersamaan

Permainan interaktif membangun kebersamaan, kurang aktivitas fisik, dipertandingkan, di dalam ruangan

Note: # 48 Dimainkan Bersama

Permainan interaktif, dimainkan bersama, ada aktivitas fisik, di dalam ruangan

Note: # 49 Sarana Edukasi

Permainan interaktif juga dapat dijadikan sarana edukasi, dimainkan bersama, dapat dipertandingkan, di dalam ruangan

Note: # 50 Dari Anak-anak sampai Dewasa

Permainan interaktif yang lain adalah Arcade yang banyak ditemukan di pusat-pusat perbelanjaan. Permainan ini dimainkan oleh anak-anak sampai dewasa, di dalam ruangan.

Note: # 51 Adiktif

Jenis permainan interaktif yang dapat memuaskan hormon endorpin adalah role playing games (RPG), meskipun permainan ini bersifat virtual, tetapi dapat menimbulkan efek ketagihan (adiktif) bagi pemainnya. Permainan ini dimainkan dengan console games atau arcade, di dalam ruangan.

Note: # 52 Aktivitas Fisik

Jenis permainan anak-anak yang menggunakan aktivitas fisik seperti ini juga dapat membangun kebersamaan dan kegembiraan, dimainkan di luar ruangan (alam terbuka)

Note: # 53 Lupa Waktu dan Senang Bermain Sendiri

Permainan interaktif dapat menimbulkan efek kecanduan apabila tidak dibatasi. Salah satu efek negatif permainan ini adalah lupa waktu dan senang bermain sendiri. Meskipun demikian, para pengembang video games seringkali mengatakan bahwa dibalik permainan interaktif selalu ada unsur edukasi yang dapat meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ). Bagaimana dengan kecerdasan emosional (EQ), Kecerdasan spiritual (SQ).

Note: # 54 Efek Permainan Interaktif

Efek permainan interaktif yang lupa waktu, lupa istirahat, sehingga berbahaya untuk kesehatan.

Perlu ada “Rating” berdasarkan usia untuk permainan interaktif karena dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak di kemudian hari.

Note: # 55 Dilema Keluarga Masa Kini

Dilema keluarga masa kini, dengan perkembangan teknologi informasi, dunia seakan berada dalam genggaman sehingga kehadiran orang lain di sekitar kita menjadi tidak berarti. Fenomena ini yang disebut kehilangan makna sosial. Padahal keluarga Indonesia senang sekali dengan kehidupan keluarga berdasarkan survei BPS tentang Indeks Kesejahteraan Sosial, 2014.

Note: # 56 Nilai Kebahagiaan

Nilai kebahagiaan (hormon endorpin) ternyata mempunyai efek yang luar biasa dalam memotivasi seseorang untuk bekerja keras dan sukses mulia (manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan)

Note: # 57 Keterampilan Fisik 

Permainan anak Indonesia, lompat tali, dimainkan oleh beberapa orang anak, mengandalkan keterampilan fisik, dimainkan di tempat terbuka

Note: # 58 Egrang

Permainan Egrang, dimainkan bersama-sama, mengandalkan keterampilan fisik, dimainkan di tempat terbuka

Note: # 59 Dipertandingkan

Permainan Egrang, juga dapat dipertandingkan, dimainkan di tempat terbuka

Note: # 60  Di Dalam dan Luar Ruangan

Permainan sepak raga, permainan ini dimainkan bersama, mengandalkan keterampilan fisik, dan dipertandingkan, di dalam atau di luar ruangan

Note: # 61 Menggunakan Bahan Lokal

Permainan Patek Lele/ Patok Lele/ Tek Tek/ Entik/ Gatrik, dimainkan bersama, melatih keterampilan fisik, dan dipertandingkan, dimainkan di tempat terbuka, menggunakan bahan lokal

Note: # 62 Strategi

Permainan Dakon/ Congklak, dimainkan bersama, melatih keterampilan, strategi, dan kejujuran. Permainan ini dipertandingkan, dimainkan di dalam atau di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 63 Engklek

Permainan Engklek, dimainkan bersama, melatih keterampilan fisik, dan dipertandingkan, dimainkan di dalam atau di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 64 Keterampilan Fisik

Permainan Engklek, dimainkan bersama, melatih keterampilan fisik, dan dipertandingkan, dimainkan di dalam atau di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 65 Keseimbangan

Permainan Engklek, dimainkan bersama, melatih keterampilan fisik, keseimbangan, dan dipertandingkan, dimainkan di dalam atau di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 66 Panjat Pinang

Permainan panjat pinang, dimainkan bersama, bersedia berkorban, dipertandingkan, masih sering ditampilkan pada saat peringatan hari kemerdekaan, 17 Agustusan

Note: # 67 Ular Naga

Permainan ular naga oleh anak perempuan, dimainkan bersama, dimainkan di dalam atau di luar ruangan

Note: # 68 Laki-laki dan Perempuan

Permainan ular naga, dimainkan bersama oleh anak laki-laki, dimainkan di dalam atau di luar ruangan

Note: # 69 Makan Kerupuk

Permainan lomba makan kerupuk, dimainkan bersama dan dipertandingkan pada saat 17 Agustusan

Note: # 70 Pencak Silat

Permainan pencak silat, melatih keterampilan fisik, sportivitas, dan dipertandingkan, di dalam atau di luar ruangan

Note: # 71 Balap Karung

Permainan balap karung, dimainkan bersama, mengandalkan kecepatan, dipertandingkan di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 72 Gasing

Permainan Gasing, dipermainkan bersama, melatih keterampilan, dipertandingkan di luar ruangan, menggunakan material lokal

Note: # 73 Sportivitas

Permainan Gasing, dimainkan bersama, melatih keterampilan, sportivitas, dipertandingkan

Note: # 74 Indonesia Games Show

Indonesia Games Show, menampilkan permainan interaktif (video games) buatan Indonesia, yang mulai digemari di dalam negeri, tetapi peserta dari luar negeri (Jepang) lebih banyak dibandingkan pengembang video games buatan Indonesia.

Note: # 75 Andrea Hirata

Andrea Hirata, penulis, karya “Laskar Pelangi” mendapat penghargaan dari New York Testival 2013 untuk kategori General Fiction, yang telah diterjemahkan ke dalam 34 bahasa asing dan diterbitkan oleh 120 penerbit internasional, telah diadaptasi  ke dalam film layar lebar yang  ditayangkan di bioskop dalam dan luar negeri.

Note: # 76 Pesona Edu

Pesona Edu adalah pioner pengembang perangkat lunak pendidikan di Indonesia untuk bidang fisika dan matematika, yang telah digunakan di 30 negara.

Pesona Edu memiliki kontak 1.900 sekolah di Belanda dan berkolaborasi dengan 2 penerbit internasional.

Prestasi yang pernah diraih antara lain:

  The most prestigious Education Software Competition worldwide, BETT Awards 2011

– The 1st out of 9 Microsoft  Education Developer Partner Worldwide on MultiPoint  Mouse Technology

– Top 9 Out Of 85 Countries and Top 3 In Math And Science World Summit Award 2007, Italia

– Merit Award Education & Training Category Asia Pacific ICT Award 2006

Note: # 77 Touchten

Touchten, pengembang video games Zico, Soccer Girl, dan Masakan Ramen, yang produknya diunduh jutaan user. Karyanya masuk dalam 10 video games terbaik pada iOS.

Note: # 78 Digital Happiness

Permainan Digital Happiness, permainan horor, hantu anak-anak SMA, pertama diluncurkan diunduh 500 ribu user dan mendapat dukungan dari crowdfunding indigogo.com sebesar 30 ribu USD.

Note: # 79 Agate Studio

Agate studio, pengembang video games Sengoku IXa, permainan strategi, online, baru saja meluncurkan Upin-Ipin Metro Millennium, 2015. Karakter dalam permainan ini mirip dengan karakter Manga (komik) Jepang. Agate Studio bekerja sama dengan Square Enix, game publisher Jepang.

Note: # 80 Speed Up Studio

Speed up studio, pengembang toko online, dengan perangkat tablet yang berisi 1 juta konten, 80% berisi konten lokal, antara lain konten permainan, pendidikan,  agama, musik, majalah dsb.

Note: # 81 Battle Box

Battlebox. Game strategi perang yang juga membahas tentang berbagai sejarah peperangan di Indonesia. Bertipe Tower of Defense, di sini Anda harus berperan sebagai pejuang Indonesia yang harus menghalau serangan dari tentara Jepang dan Belanda di masa penjajahan. Sama seperti game lainnya, BattleBox disajikan dalam grafis dua dimensi yang menarik. Ada berbagai karakter zaman sejarah yang bisa anda mainkan, dan adapula berbagai karakter fantasi seperti Gatotkaca yang bisa membuat permainan menjadi semakin seru.

Note: # 82 Cute Kill

Cute Kill. Permainan ini berbasis iOS dan Android yang berhasil dibuat oleh progammer Indonesia. Game ini dikembangkan oleh Touchten Pte, Ltd. Grafis dua dimensinya sangat lucu dan ceritanya menggemaskan. Anda berperan sebagai seorang anak wanita yang menggendong seorang bayi.

Note: # 83 Infectonator

Infectonator. Game ini dikembangkan oleh Toge Production yang cukup fenomenal.

Infectonator berhasil meraih penghargaan sebagai Best Game of the Year 2012 dan Best Browser Strategy and Simulator 2012. Tak hanya disediakan dalam bahasa Indonesia, game ini juga tersedia dalam sembilan bahasa yang berbeda, termasuk Inggris, Arab, dan Mandarin. Game Infectonator adalah sebuah permainan bertema zombie yang benar-benar berbeda. Di sini, anda bermain dari sudut pandang zombie, dengan berusaha menginfeksi sebanyak mungkin manusia untuk menjadi zombie. Grafisnya yang menarik membuat Infectonator sangat asyik dimainkan.

Note: # 84 Save the Harmster

Save the Hamster. Permainan ini dikembangkan oleh Team Solitude Studio yang beranggotakan anak muda dari Indonesia. Save the Hamsters meraih penghargaan sebagai game terbaik dalam kompetisi Microsoft Imagine Cup 2013 yang diselenggarakan di Rusia. Game ini berhasil menyisihkan judul-judul lain ciptaan developer luar negeri dari negara-negara besar seperti Jepang dan Amerika Serikat.

Dibuat untuk platform Windows Phone, Game ini sebenarnya memiliki jalan cerita dan permainan yang simpel. Anda hanya harus memandu empat ekor Hamster yang tersesat dengan cara menyelesaikan berbagai puzzle dan perhitungan matematis. Permainan ini sangat asyik, dan bisa membuat anda ketagihan sejak pertama kali mencobanya.

Note: # 85 Jokowi Jump

Jokowi Jump adalah game android gratis besutan Arrayan Labs yang bisa anda download di Google Play.

Game yang berlatar belakang kota Jakarta dengan tokoh utama Jokowi berbaju kotak-kotak ini dapat dimainkan seperti memainkan game Flappy Bird. Kalau dalam Flappy Bird harus melewati rintangan dan terbang di antara pipa, di game Jokowi Jump, harus melompat melewati jalan yang berlubang.

Note: #86 SBY Anti Korupsi

SBY Anti Korupsi Permainan ini judulnya penuh propaganda dan diciptakan sebagai salah satu saran kampanye Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. SBY Anti Korupsi membuktikan bahwa para politikus di negeri ini mengakui bahwa video game adalah salah satu media hiburan yang memiliki prospek bagus untuk mempromosikan partai politik mereka. SBY Anti Koruptor adalah sebuah game flash sederhana. Anda berperan sebagai sosok SBY yang berusaha membasmi koruptor-koruptor yang diibaratkan sebagai tikus tanah. Anda sebagai SBY harus memukul para koruptor yang bermunculan dalam lubang tikus tanah dalam jangka waktu tertentu.

Note: # 87 Sage Fushion

Sage Fushion. Permainan ini desain karakternya  sangat mirip dengan karakter Jepang. Sage Fushion karena pengembangnya menginginkan agar dapat digunakan di seluruh dunia.Jenis permainannya adalah Role Playing Game dengan platform Mac dan operating system IOS. Sage Fusion dikembangkan oleh sekelompok progammer games Indonesia antusias yang bernama “Kidalang.” Sage Fushion cukup populer sehingga menjadi salah satu permainan yang digemari di dunia.

Note: # 88 Funia Rancher

Funia Rancher. Faunia Rancher adalah salah satu game buatan Indonesia. Konsepnya hampir sama seperti Monster Rancher. Anda bisa memilih seekor monster lucu, membesarkannya, melatihnya, dan mengajaknya ke dalam petualangan seru untuk mengumpulkan berbagai macam barang langka.

Grafisnya masih dua dimensi tetapi tidak membuat game ini berkurang kualitasnya. Desain kartunnya justru membuat Faunia Rancher terlihat lebih indah. Di dalamnya juga terdapat berbagai monster khas Indonesia, seperti monster bertaring yang sepintas mirip dengan topeng barong Bali.

Note: # 89 Dimulai dengan Mimpi 

Apakah kita masih memiliki mimpi yang sama untuk masa depan kita?

Disney mengatakan”Kalau kita dapat bermimpi, kita pasti dapat melakukannya.” Disney memulai mimpinya dengan “Mickey Mouse.”

Apakah Anda sudah merealisasikan mimpi Anda? Jika Anda melakukan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan, Anda akan berhasil memperbaiki kualitas hidup, meningkatkan kesejahteraan, dan melestarikan lingkungan untuk generasi yang akan datang.

Sebuah Pemikiran tentang Ruang Lingkup Pengaturan Undang-Undang Kebudayaan

Slide 1

Rumusan Ayat 1 dan 2 Pasal 32, Undang-Undang Dasar 1945.

Ayat 1 : Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.

Ayat 2 : Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.

Slide 2

Pengertian Kebudayaan

Keseluruhan hasil cipta, rasa, dan karsa masyarakat Indonesia, yang meliputi tidak hanya seni dan sastra, tetapi juga gaya hidup, cara hidup bersama, sistem nilai, tradisi, dan kepercayaan (diadopsi dan diadaptasi dari UNESCO, 2001)

Slide 3

Hak Asasi Manusia

Setiap masyarakat mempunyai hak untuk mengembangkan nilai-nilai budayanya sejauh hal itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Slide 4

Keberagaman Kebudayaan

Masyarakat Indonesia bersifat majemuk sehingga perlu diatur ruang-ruang sosial yang memungkinkan setiap warga masyarakat saling belajar tentang keberagaman budaya Indonesia melalui pendidikan formal dan nonformal.

Slide 5

Pembentukan Karakter dan Identitas Budaya Bangsa

Nilai-nilai yang digali dari khasanah budaya bangsa yang diperkaya oleh nilai-nilai budaya yang berasal dari negara lain, dikembangkan menjadi nilai-nilai bersama, dan ditanamkan sejak usia dini melalui pendidikan formal dan nonformal.

Slide 6

Media

Dalam rangka pembentukan karakter dan identitas budaya  bangsa, media cetak (surat kabar, majalah dsb), elektronik (radio, televisi, film) dan internet termasuk media sosial dilarang mendiseminasikan informasi  yang merusak sendi-sendi kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Slide 7

Warisan dan Diplomasi Budaya

Warisan budaya benda dan/ atau  alam serta warisan budaya takbenda atau budaya hidup perlu dilakukan upaya pelestarian, pelindungan, dan  pengembangan sehingga bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Slide 8

Nilai-nilai Budaya

Nilai-nilai budaya bangsa lain yang positif akan diadopsi dan diadaptasi untuk memajukan kebudayaan nasional, sedangkan nilai-nilai budaya bangsa lain yang bertentangan dengan ideologi Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 akan ditolak.

Slide 9

Pilar-pilar Utama

Pilar utama pengembangan kebudayaan nasional berpegang pada prinsip penghormatan pada hak asasi manusia, keberagaman budaya, dan pembangunan yang  berkelanjutan.                        

Slide 10

Pemanfaatan

Kebudayaan dapat dibedakan berdasarkan warisan budaya benda dan alam (Konvensi 1972, UNESCO), warisan budaya takbenda/  budaya hidup (Konvensi 2003, UNESCO), serta berdasarkan produk yang berupa barang dan jasa budaya (Konvensi 2005, UNESCO).

Pemanfaatan kebudayaan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dilakukan melalui pendidikan formal (dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi) dan pendidikan nonformal (sanggar, kursus, perguruan dsb).

Pemanfaatan warisan budaya benda dan/ atau alam dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata alam dan budaya.

Pemanfaatan kebudayaan yang berupa barang yang diproduksi sendiri, yang hasilnya langsung bermanfaat, misalnya pembatik, perajin wayang, perajin senjata tradisional, perajin angklung, perajin alat-alat permainan tradisional, dan sebagainya.

Pemanfaatan kebudayaan yang berupa jasa budaya, misalnya sebagai pelatih, guru budaya, jasa keamanan, jasa pemandu wisata budaya, jasa sebagai manajer seni pertunjukan, jasa perias pengantin, dan sebagainya

Pengelolaan Berkelanjutan Seni Pertunjukan Wayang Sasak

 

Pengelolaan Berkelanjutan: Seni Pertunjukan Wayang Sasak, Lombok, 15-18 Mei 2017

  1. Komunitas harus ditempatkan sebagai pusat dari seluruh upaya tanggung jawab dan hak istimewa. Negara pihak (baca: Pemerintah) dapat berperan sebagai fasilitator (agen) tetapi juga merefleksikan aspirasi komunitas, khususnya ukuran-ukuran pelindungan WBTB. Tidak akan ada pelindungan unsur  WBTB tanpa minat, gairah, partisipasi aktif dari komunitasnya. Komunitas harus berperan sentral dalam perencanaan dan Implementasi  ukuran-ukuran pelindungan WBTB.
  2. Komunitas yang heterogen tidak selalu mempunyai visi yang sama. Peranserta komunitas secara luas dalam mengelaborasi nominasi yang harus merefleksikan keragaman harapan dan tuntutan. Komunitas diklasifikasikan berdasarkan usia, jender, dan faktor lainnya. Negara pihak agar tidak menyederhanakan deskripsi tentang komunitas, tetapi perlu menjelaskan peran berbagai aktor secara spesifik dalam pelindungan WBTB. Informasi tentang jender sebagai bagian dari komunitas yang turut berperan dalam pelindungan WBTB.
  3. Keterlibatan perempuan, anak, dan pemuda menjadi perhatian Komite. Peran perempuan, anak, pemuda dalam ukuran-ukuran pelindungan WBTB, memberi perhatian khusus pada transmisi WBTB dari generasi ke generasi dan untuk membangkitkan kesadaran yang terkait dengan hal itu. Suara perempuan mempunyai peran sentral  dalam merancang dan mengimplementasikan ukuran-ukuran pelindungan WBTB.
  4. Peran anak dan pemuda dalam mempelajari elemen WBTB. Peran pemuda dan orang tua dalam pelindungan WBTB. Jika mereka tidak berperan, tujuan pelindungan WBTB tidak akan tercapai. Anak dan pemuda harus masuk dalam rencana pelindungan WBTB, dalam jangka panjang dapat terlihat bergantung pada partisipasi mereka sebagai peserta magang, mengikuti pelatihan, anggota pendengar/ penonton, pelaku, dan akhirnya sebagai ahli (master).
  5. Mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan ke dalam ukuran-ukuran pelindungan WBTB yang diusulkan dalam Daftar yang Memerlukan Pelindungan Mendesak. Komite memuji Negara pihak yang menangani elemen WBTB dapat mendorong pembangunan berkelanjutan termasuk praktik-praktik nyata yang bersifat ekonomi, dan mengundang Negara pihak agar melanjutkan perhatiannya pada kontribusi WBTB terhadap pembangunan berkelanjutan untuk usulan nominasi-nominasi yang akan datang.
  6. Mempromosikan WBTB sebagai alat pembangunan berkelanjutan untuk komunitas lokal, yang selanjutnya memberi kontribusi WBTB terhadap pembangunan berkelanjutan. Penjelasan tentang interaksi yang berkaitan dengan praktik-praktik warisan budaya hidup dan sumber daya alam. Peran penting WBTB salam resolusi konflik dan membangun kedamaian atau dalam melawan rasisme dan tekanan. Bagaimana WBTB dapat memberi kontribusi ekonomi saat ini dan sekaligus memberi kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.
  7. Sekretariat telah mengadakan rapat ahli WBTB pada tingkat nasional di Istanbul, Turkey, 29 September – 1 Oktober 2014,  sepakat merevisi yang berkaitan dengan dimensi-dimensi empat kunci pembangunan berkelanjutan, yaitu (i) pembangunan sosial yang inklusif (subtema: food security, health care, access to clean and safe water and sustainable water use, quality education for all, social cohesion, gender equality); (ii) keberlanjutan lingkungan (subtema: pengetahuan dan praktik-praktik mengenai alam dan alam semesta, dampak-dampak lingkungan, daya tahan komunitas terhadap bencana alam dan perubahan lingkungan); (iii) pembangunan ekonomi yang inklusif (subtema: meningkatkan  pendapatan dan matapencarian berkelanjutan, tenaga kerja yang produktif dan pekerjaan yang layak, pariwisata); dan (iv) perdamaian dan keamanan (subtema: mencegah sengketa, resolusi konflik, memulihkan perdamaian dan keamanan, pekindungan WBTB sebagai pencapaian kedamaian dan keamanan yang abadi).
  8. Peran WBTB dalam memastikan keberlanjutan warisan dan keberagaman ekspresi budaya dengan cara menguatkan kembali hubungan kerja sama dengan instrumen-instrumen di bidang kebudayaan, terutama Konvensi 1972. Hal ini tidak berarti  melindungi ekspresi WBTB yang terisolasi, tetapi juga memproteksi ruang-ruang alam dan tempat-tempat yang mempunyai memori, yang keberadaannya terkait dengan ekspresi WBTB.
  9. Konvensi 2005 tentang Proteksi dan Promosi Keragaman Ekspresi Budaya dan Konvensi 2003 saling melengkapi sesuai arah dan tujuan yang berbeda. Ekspresi-ekspresi tertentu seperti kerajinan atau pertunjukan seni mungkin berada di antara keduanya. Setiap Konvensi menyebutkan ekspresi yang sama dengan cara yang berbeda.
  10. Komite mengingatkan Negara Pihak agar senantiasa saling menghormati di antara komunitas, kelompok, dan individu adalah prinsip dasar Konvensi 2003 dan inskripsi dalam Daftar Representatif harus mendorong dialog yang menghormati keberagaman budaya, menghindari provokasi yang dapat menimbulkan kesalahpahaman di antara berbagai komunitas, dengan membuka ruang dialog dan saling menghormati di antara komunitas, kelompok, dan individu-individu.
 

Global Warming or Climate Change

What is Global Warming? 

Global Warming is the increase of Earth’s average surface temperature due to an effect of greenhouse gases, such as carbon dioxide emissions from burning fossil fuels or from deforestation, which trap heat that would otherwise escape from Earth. This is a type of greenhouse effect.

Is global warming, caused by human activity, even remotely plausible?

Earth’s climate is mostly influenced by the first 6 miles or so of the atmosphere which contains most of the matter making up the atmosphere. This is really a very thin layer if you think about it. In the book The End of Nature, author Bill McKibbin tells of walking three miles to from his cabin in the Adirondack’s to buy food. Afterwards, he realized that on this short journey he had travelled a distance equal to that of the layer of the atmosphere where almost all the action of our climate is contained. In fact, if you were to view Earth from space, the principle part of the atmosphere would only be about as thick as the skin on an onion! Realizing this makes it more plausible to suppose that human beings can change the climate. A look at the amount of greenhouse gases we are spewing into the atmosphere (see below), makes it even more plausible.

What are the Greenhouse Gases?

The most significant greenhouse gas is actually water vapour, not something produced directly by humankind in significant amounts. However, even slight increases in atmospheric levels of carbon dioxide (CO2) can cause a substantial increase in temperature.

Why is this? There are two reasons: First, although the concentrations of these gases are not nearly as large as that of oxygen and nitrogen (the main constituents of the atmosphere), neither oxygen or nitrogen are greenhouse gases. This is because neither has more than two atoms per molecule (i.e. their molecular forms are O2 and N2, respectively), and so they lack the internal vibrational modes that molecules with more than two atoms have. Both water and CO2, for example, have these “internal vibrational modes”, and these vibrational modes can absorb and reradiate infrared radiation, which causes the greenhouse effect.

Secondly,  CO2 tends to remain in the atmosphere for a very long time (time scales in the hundreds of years). Water vapour, on the other hand, can easily condense or evaporate, depending on local conditions. Water vapour levels, therefore tend to adjust quickly to the prevailing conditions, such that the energy flows from the Sun and re-radiation from the Earth achieve a balance. CO2 tends to remain fairly constant and therefore behave as a controlling factor, rather than a reacting factor. More CO2 means that the balance occurs at higher temperatures and water vapour levels.

How much have we increased the Atmosphere’s CO2 Concentration?

Human beings have increased the CO2 concentration in the atmosphere by about thirty per cent, which is an extremely significant increase, even on inter-glacial timescales. It is believed that human beings are responsible for this because the increase is almost perfectly correlated with increases in fossil fuel combustion, and also due other evidence, such as changes in the ratios of different carbon isotopes in atmospheric CO2 that are consistent with “anthropogenic” (human-caused) emissions. The simple fact is, that under “business as usual” conditions, we’ll soon reach carbon dioxide concentrations that haven’t been seen on Earth in the last 50 million years.

Combustion of Fossil Fuels, for electricity generation, transportation, and heating, and also the manufacture of cement, all result in the total worldwide emission of about 22 billion tons of carbon dioxide to the atmosphere each year. About a third of this comes from electricity generation, and another third from transportation, and a third from all other sources.

This enormous input of CO2 is causing the atmospheric levels of CO2 to rise dramatically. The following graph shows the CO2 levels over the past 160 thousand years (the upper curve, with units indicated on the right-hand side of the graph). The current level, and projected increase over the next hundred years if we do not curb emissions are also shown (the part of the curve which goes way up high, to the right of the current level, is the projected CO2 rise). The projected increase in CO2 is very startling and disturbing. Changes in the Earth’s average surface temperature are also shown (the lower curve, with units on the left). Note that it parallels the CO2level curve very well.

Is the Temperature Really Changing?

Yes! As everyone has heard from the media, recent years have consistently been the warmest in hundreds and possibly thousands of years. But that might be a temporary fluctuation, right? To see that it probably isn’t, the next graph shows the average temperature in the Northern Hemisphere as determined from many sources, carefully combined, such as tree rings, corals, human records, etc.

These graphs show a very discernable warming trend, starting in about 1900. It might seem a bit surprising that warming started as early as 1900. How is this possible? The reason is that the increase in carbon dioxide actually began in 1800, following the deforestation of much of Northeastern American and other forested parts of the world. The sharp upswing in emissions during the industrial revolution further added to this, leading to a significantly increased carbon dioxide level even by 1900.

Thus, we see that Global Warming is not something far off in the future – in fact, it predates almost every living human being today.

How do we know if the temperature increase is caused by anthropogenic emissions?

Computer models strongly suggest that this is the case. The following graphs show that 1) If only natural fluctuations are included in the models (such as the slight increase in solar output that occurred in the first half of the 20th century), then the large warming in the 20th century is not reproduced. 2) If only anthropogenic carbon emissions are included, then the large warming is reproduced, but some of the variations, such as the cooling period in the 1950s, is not reproduced (this cooling trend was thought to be caused by sulfur dioxide emissions from dirty power plants). 3) When both natural and anthropogenic emissions of all types are included, then the temperature evolution of the 20th century is well reproduced.

Is there a connection between the recent drought and climate change?

Yes. A recent study by the National Oceanic and Atmospheric Administration gives strong evidence that global warming was a major factor. Click here for more details.

Who studies global warming, and who believes in it?

Most of the scientific community, represented especially by the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC – www.ipcc.ch), now believes that the global warming effect is real, and many corporations, even including Ford Motor Company, also acknowledge its likelihood.

Who are the IPCC?

In 1998, the Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) was established by the World Meteorological Organization (WMO) and the United Nations Environment Programme (UNEP), in recognition of the threat that global warming presents to the world.

The IPCC is open to all members of the UNEP and WMO and consists of several thousand of the most authoritative scientists in the world on climate change. The role of the IPCC is to assess the scientific, technical and socio-economic information relevant for the understanding of the risk of human-induced climate change. It does not carry out new research nor does it monitor climate related data. It bases its assessment mainly on published and peer-reviewed scientific technical literature.

The IPCC has completed two assessment reports, developed methodology guidelines for national greenhouse gas inventories, special reports and technical papers.  Results of the first assessment (1990–1994): confirmed scientific basis for global warming but concluded that “nothing to be said for certain yet”.  The second assessment (1995), concluded that “ …the balance suggests a discernable human influence on global climate”, and concluded that, as predicted by climate models, global temperature will likely rise by about 1-3.5

Celsius by the year 2100. The next report, in 2000, suggested, that the climate might warm by as much as 10 degrees Fahrenheit over the next 100 years, which would bring us back to a climate not seen since the age of the dinosaurs. The most recent report, in 2001, concluded that “There is new and stronger evidence that most of the warming observed over the last 50 years is attributable to human activities”.

Due to these assessments, the debate has now shifted away from whether or not global warming is going to occur too, instead, how much, how soon, and with what impacts.

Global Warming Impacts

Many of the following “harbingers” and “fingerprints” are now well underway:

Rising Seas— inundation of fresh-water marshlands (the Everglades), low-lying cities, and islands with seawater.Changes in rainfall patterns — droughts and fires in some areas, flooding in other areas. See the section above on the recent droughts, for example! Increased likelihood of extreme events— such as flooding, hurricanes, etc. Melting of the ice caps — loss of habitat near the poles. Polar bears are now thought to be greatly endangered by the shortening of their feeding season due to dwindling ice packs. Melting glaciers – a significant melting of old glaciers is already observed. Widespread vanishing of animal populations — following widespread habitat loss. Spread of disease — migration of diseases such as malaria to new, now warmer, regions. Bleaching of Coral Reefs due to warming seas and acidification due to carbonic acid formation— One-third of coral reefs now appear to have been severely damaged by warming seas. Loss of Plankton due to warming seas — The enormous (900 mile long) Aleutian island ecosystems of orcas (killer whales), sea lions, sea otters, sea urchins, kelp beds, and fish populations, appears to have collapsed due to loss of plankton, leading to loss of sea lions, leading orcas to eat too many sea otters, leading to urchin explosions, leading to loss of kelp beds and their associated fish populations.

Where do we need to reduce emissions?

In reality, we will need to work on all fronts – 10% here, 5% here, etc, and work to phase in new technologies, such as hydrogen technology, as quickly as possible. To satisfy the Kyoto protocol, developed countries would be required to cut back their emissions by a total of 5.2 % between 2008 and 2012 from 1990 levels. Specifically, the US would have to reduce its presently projected 2010 annual emissions by 400 million tons of CO2 . One should keep in mind though, that even Kyoto would only go a little ways towards solving the problem. In reality, much more needs to be done.

The most promising sector for near-term reductions is widely thought to be coal-fired electricity. Wind power, for example, can make substantial cuts in these emissions in the near term, as can energy efficiency, and also the increased use of high-efficiency natural gas generation.

The potential impact of efficiency should not be underestimated: A 1991 report to Congress by the U.S. National Academy of Sciences, Policy Implications of Greenhouse Warming, found that the U.S. could reduce current emissions by 50 per cent at zero cost to the economy as a result of full use of cost-effective efficiency improvements.

Discussing Global Climate Change:

 Here is a useful list of facts and ideas:

Given the strong scientific consensus, the onus should now be on the producers of CO2emissions to show that there is not a problem if they still even attempt to make that claim. It’s time to acknowledge that we are, at very least, conducting a very dangerous experiment with Earth’s climate. A direct look at the data itself is very convincing and hard to argue with. Ask a sceptical person to look at the data above. The implications are obvious. The best source of data is probably the IPCC reports themselves, which are available at www.ipcc.ch (see, for example, the summaries for policymakers). The recent, record-breaking warm years are unprecedented and statistically significant. It is a fact that they are very statistically unlikely to be a fluctuation (and now we can point to specific side effects from those warm temperatures that appear to have induced recent worldwide drought). Lastly, but perhaps most importantly, whether or not you believe in global warming per se, the fact remains that the carbon dioxide levels are rising dramatically — there is no debate about this. If we continue to use fossil fuels in the way we presently do, then the amount of carbon we will release will soon exceed the amount of carbon in the living biosphere. This is bound to have very serious, very negative effects, some of which, such as lowering the pH of the ocean such that coral cannot grow, are already well known.

The Response of Government: Develop “Carbon Sequestration” Technology

Many government agencies around the world are very interested in maintaining fossil fuel use, especially coal. It should be noted that US energy use, which is enormous, is increasing, not decreasing. Furthermore, we are not going to run out of coal in the near term (oil may begin to run low sometime after 2010). Methods for reducing carbon emission levels while still burning coal are now an investigation by government and industry, as we now discuss.

We believe that a major increase in renewable energy use should be achieved to help offset global warming. While there are some US government programs aimed in this direction, there is simply not enough money being spent yet to achieve this goal in a timely manner. A primary goal of many new programs is not to increase renewables, but rather, is to find ways to capture the extra CO2 from electricity generation plants and “sequester” it in the ground, the ocean, or by having plants and soil organisms absorb more of it from the air.

Possible Problems with Carbon “Sequestration”

One of the Carbon sequestration approaches under investigation is the possibility of depositing CO2 extracted from emission streams in large pools on the Ocean bottom. It is possible that such pools will not be stable, and may either erupt to the surface or diffuse into the ocean and alter the oceans pH.

Another scheme under investigation is the idea of stimulating phytoplankton growth on the ocean surface by dusting the surface with iron (the limiting nutrient). This will cause an increased uptake of carbon by the plankton, part of which will find its way to the ocean bottom. Fishing companies are considering using this to increase fish harvests while simultaneously getting credit for carbon sequestration. Serious ecological disruptions could occur, however, especially if this approach is conducted on a sufficiently large scale.

Another idea is to stimulate Earth’s terrestrial ecosystems to take up more carbon dioxide. While the impacts here are more difficult to ascertain, an important point to note is that these systems are not thought to be able to completely absorb all the extra CO2 . At best, they may be sufficient to help the US stabilize carbon emission rates for a few decades, but even if this is achieved, stabilization of rates are not likely to return the Earth to pre-industrial carbon levels. Worse, biological feedbacks to global warming, such as forest fires, drying soils, rotting permafrost, etc, may actually greatly accelerate carbon emissions, i.e. we may experience massive carbon de-sequestration.

Another major approach under consideration is to pump CO2 into old oil and gas wells. While seemingly attractive, it must be kept in mind that for this to be truly effective, it would have to be done on a world wide scale, included many sources of CO2 , including many sources which are presently small and widely distributed (such as car emissions, and not just coal plant emissions). All of this CO2 would need to be captured, transported, injected into old wells, and then the wells would need to be sealed and monitored. It is not clear that this would be affordable at all, and that there would be adequate capacity or assurance that CO2 would not leak out in massive quantities.

In the worst case scenario, carbon sequestration efforts may simply fail, but also end up being a political tool that is used to seriously delay a transition to renewable energy sources, and also possibly create many new environmental problems while prolonging old ones.

In the best case scenario, given the truly enormous amount of CO2 we are presently emitting, some sequestration approaches may serve as a useful bridge to curbing emissions while the transition to renewables is being made.

Some Global Warming Related Websites

IPCC site: http://www.ipcc.ch

: Try the Summaries for Policy Makers for starters. These are concise, well written documents that also contain some of the best and latest data.

US Global Change Research Program: www.usgcrp.gov

Weathervane: an online forum designed to provide the news

media, legislators, opinion leaders, and the interested public with

analysis and commentary on U.S. and global policy initiatives related to climate change.  http://www.weathervane.rff.org/

The global warming primer and discussion at website of the Institute of Geophysics and Planetary Physics at Los Alamos National Laboratory: http://www.igpp.lanl.gov

Source: www.nmsea.org/Curriculum/Primer/Global_Warming/fossil_fuels_and_global_warming.htm