Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan

Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan Kepentingan lingkungan untuk produk destinasi telah menjadi perhatian. Pembangunan pariwisata berkelanjutan telah muncul sebagai konsep besar untuk memastikan bahwa pariwisata tumbuh dengan mengikuti gaya (cara) hidup yang tidak merusak lingkungan, masyarakat, dan budaya secara permanen di destinasi pariwisata.

Tata Kelola Destinasi (TKD/DMO) harus menjadi katalisator dan pemenang dalam keberlanjutan di dalam setiap destinasi. Sekarang ini ada banyak model dan kriteria dalam pariwisata berkelanjutan yang tersedia untuk destinasi yang dapat diikuti. Hal ini termasuk the Global Sustainable Tourism Criteria (GSTC) dan banyak panduan untuk mengurangi karbon dari praktik-praktik pariwisata. Satu dari inisiatif TKD adalah merancang piagam atau kode etika pembangunan pariwisata berkelanjutan untuk destinasi. Piagam atau kode ini dibaca sebagai prinsip-prinsip panduan pariwisata berkelanjutan di destinasi.

TKD harus mendorong operator pariwisata untuk mengikuti praktik-praktik yang ramah lingkungan dan menyelesaikan hal ini dengan berbagai cara, termasuk menawarkan pendidikan dan pelatihan. Teknik-teknik lainnya mencakup menginformasikan operator aplikasi-aplikasi program keberlanjutan yang terbaik dan menetapkan program pemberian penghargaan khusus kepada operator di destinasi yang telah mendemonstrasikan kepemimpinan dalam praktik-praktik pembangunan berkelanjutan.

Studi kasus yang luar biasa dalam membangun pariwisata berkelanjutan ke dalam pengembangan produk seperti yang dilakukan oleh the Queensland Tourism Strategy yang melibatkan pariwisata Queensland sebagai kunci utama. Pendekatan dasar membayangkan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Queensland dengan tiga prinsip utama (triple-bottom-line) melalui keseimbangan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan ekonomi, yaitu
(a) meningkatkan pengeluaran pengunjung;
(b) meningkatkan keuntungan bisnis;
(c) meningkatkan peluang tenaga kerja; dan
(d) menyebarkan manfaat di lintas destinasi.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan sosial, yaitu (a) melestarikan warisan dan budaya;
(b) memperbaiki berbagai layanan dan infrastruktur;
(c) memperbaiki kualitas hidup; dan
(d) melibatkan komunitas setempat.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan lingkungan, yaitu (a) melindungi aset-aset alam;
(b) mengelola penggunaan dan dampak;
(c) menginformasikan dan mengedukasi wisatawan dan komunitas setempat; dan
(d) membangun kemitraan yang kuat.

Ini bukan hanya isu yang terkait dengan pengembangan produk, melainkan juga mengenai hubungan antara TKD dengan penduduk (komunitas) setempat dan mempunyai implikasi terhadap pemasaran destinasi pariwisata juga. Komunitas setempat ingin memastikan bahwa pariwisata adalah berkelanjutan dan juga tidak memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan, warisan dan sumber daya budaya. Lebih dari itu, ada banyak wisatawan yang semakin menyadari kesadaran lingkungan, dan semakin banyak wisatawan yang lebih menginginkan destinasi-destinasi yang telah mengadopsi prinsip pariwisata keberlanjutan atau praktik-praktik pariwisata yang bertanggung jawab. Akhirnya, pembangunan pariwisata berkelanjutan di sebuah destinasi perlu berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan.

Sumber:
Alastair M. Morrison (2013). Marketing and Managing Tourism Destinations.

Produk Pariwisata

Produk Pariwisata dalam industri pariwisata lebih bersifat jasa atau layanan (services), yang tidak dapat dipindahkan, seperti barang, tetapi harus ditemui, baru layanan tersebut bekerja sesuai dengan fungsinya.

Medlik & Middleton, … “The product covers the complete experience from the time he leaves home to the time he returns to it.” Jadi, produk pariwisata merupakan satu kesatuan paket wisata, sejak wisatawan berangkat dari daerah atau negara asalnya ke tujuan wisata, sampai wisatawan kembali ke daerah atau negara asalnya.

Paket wisata yang ditawarkan untuk wisatawan yang berwisata secara berombongan (General inclusive Tourist/GIT) telah disusun dalam suatu jadwal perjalanan yang terperinci (package itinerary), yang dikelola oleh tour and travel agent, yang saat ini dapat dilakukan secara online (online travel agent/OTA).

Bagi wisatawan yang melakukan perjalanan secara perseorangan  (Foreign Individual Tourist/FIT), informasi perjalanan biasanya diperoleh secara online, misalnya melalui Trip Advisor. Selanjutnya, wisatawan akan menyusunan rencana perjalanan sesuai dengan minatnya.

Bagi pengelola destinasi pariwisata, strategi yang digunakan untuk menawarkan produk pariwisata di destinasi pariwisata menggunakan strategi komperatif, kompetitif, atau kooperatif. Strategi komperatif dipilih manakala produk pariwisata yang dimiliki suatu destinasi pariwisata sangat unik atau tidak ada duanya di destinasi lain, misalnya Taman Nasional Komodo, Borobudur, Tari Bali dsb. Strategi kompetitif dipilih manakala produk pariwisata yang ditawarkan ada kemiripan atau  kesamaan karena latar belakang geografis, sejarah, dan budaya, misalnya produk pariwisata yang ditawarkan oleh negara tetangga Malaysia, diperlukan inovasi dalam aspek manajemen dan teknologi untuk memenangkan persaingan. Strategi kooperatif dipilih manakala saling menguntungkan kedua belah pihak karena produk yang ditawarkan saling melengkapi satu dengan yang lain, misalnya promosi bersama dengan negara-negara ASEAN untuk saling mengunjungi di antara negara-negara ASEAN atau dalam rangka merebut pasar di luar negara-negara ASEAN, misalnya pasar China, Korea, Jepang, Australia, atau Eropa.

Strategi pemasaran pariwisata tersebut di atas perlu diperkuat dengan menggunakan teknologi digital dan non-digital. Teknologi digital sangat efektif untuk menyasar wisatawan usia muda yang gemar dengan perangkat teknologi yang mudah dibawa dan mudah digunakan dimana saja dan kapan saja, karena waktunya sangat sibuk dan ingin semuanya serba cepat, sentuhan humanisme tidak terlalu dipedulikan. Tetapi, bagi wisatawan yang berusia lanjut, sentuhan dengan menggunakan pendekatan humanisme (slow tourism) akan lebih efektif, misalnya sikap yang ramah, tutur kata yang halus, perilaku yang santun, senyuman yang tulus, akan memberi kesan yang mendalam bagi wisatawan (just a smile away).

Produk pariwisata dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu (1) daya tarik wisata (alam, budaya, dan buatan); (2) fasilitas (amenitas), misalnya akomodasi dan restoran serta konektivitas (transportasi) dari daerah atau negara asal wisatawan, ke destinasi pariwisata, dan di destinasi pariwisata.

Karena wisatawan lebih suka dengan layanan yang ramah, peningkatan gerakan sadar  wisata dan aksi sapta pesona (aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan) di destinasi pariwisata menjadi faktor yang sangat penting. Dengan kata lain, gerakan sadar wisata dan aksi sapta pesona di destinasi pariwisata sangat menentukan keberhasilan suatu destinasi pariwisata. Bukankah, suatu tempat, daerah, atau negara dikatakan sebagai destinasi pariwisata kalau dikunjungi wisatawan?

Jadi, keberhasilan suatu destinasi pariwisata tidak ditentukan berdasarkan jumlah wisatawan yang berkunjung di destinasi pariwisata, tetapi seberapa besar manfaat yang diterima oleh masyarakat di destinasi pariwisata, apakah  manfaat yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau manfaat yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat. Hal ini sejalan dengan pandangan mantan Sekretaris Jenderal UNWTO, Fransesco Frangialli (1997-2009).

Apalagi jika kita menggunakan  prinsip pemasaran pariwisata yang bertanggung jawab, faktor lingkungan alam yang berkelanjutan, faktor sosial-budaya, dan faktor ekonomi, menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Muaranya ada di sumber daya manusia. Dengan meningkatkan kemampuan manajemen dan inovasi teknologi, pariwisata Indonesia akan menjadi sumber energi baru yang tak akan pernah habis (terbarukan).

Dirgahayu ke-71 Republik Indonesia, 17 Agustus 2016

Global Code of Ethics for Tourism

UNWTO is guided by the belief that tourism can make a meaningful contribution to people’s lives and our planet. This conviction is at the very heart of the Global Code of Ethics for Tourism, a roadmap for tourism development. I call on all to read, circulate and adopt the Code for the benefit of tourists, tour operators, host communities and their environments worldwide.”

– Taleb Rifai, UNWTO Secretary-General  (2010 – present)

With international tourism forecast to reach 1.6 billion arrivals by 2020, members of the World Tourism Organization believe that the Global Code of Ethics for Tourism is needed to help minimize the negative impacts of tourism on the environment and on cultural heritage while maximizing the benefits for residents of tourism destinations. The Global Code of Ethics for Tourism is intended to be a living document. Read it. Circulate it widely. Participate in its implementation. Only with your cooperation can we safeguard the future of the tourism industry and expand the sector’s contribution to economic prosperity, peace and understanding among all the nations of the world.”

– Francesco Frangialli, former UNWTO Secretary-General (1998-2008)