Mengenal Kemampuan AI Meniru Perilaku Manusia yang Memiliki Emosi dan Empati

AI adalah program komputer yang dirancang untuk menghasilkan output dengan perhitungan matematis dan algoritma sehingga AI tidak memiliki emosi, empati, dan kreativitas seperti manusia. Namun, AI dapat diprogram untuk meniru perilaku manusia yang memiliki emosi dan empati.

Sejauh ini, AI hanya dapat diprogram untuk meniru perilaku manusia yang memiliki emosi dan empati, namun AI dapat memberikan respons yang tampaknya empatik, hal itu tidak berarti mereka benar-benar merasakan empati.

Hal ini disebabkan karena emosi dan empati adalah pengalaman subjektif yang terkait dengan kesadaran dan pengalaman manusia, dan hingga saat ini belum ada bukti bahwa AI atau Robot yang dirancang dengan teknologi AI memiliki kesadaran atau pengalaman subjektif seperti manusia.

Namun, perkembangan teknologi AI terus berlangsung, dan kita tidak dapat menutup kemungkinan bahwa di masa depan, mungkin saja AI dapat memiliki kemampuan emosi dan empati seperti yang dimiliki manusia. Namun, hal ini akan memerlukan perubahan mendasar dalam cara AI dikembangkan dan dioperasikan, serta masalah etis dan sosial yang terkait dengan kecerdasan buatan yang memiliki kesadaran akan memerlukan perhatian yang serius.

Dalam beberapa kasus, AI juga dapat memproduksi karya-karya kreatif. Misalnya, AI dapat digunakan untuk menghasilkan gambar atau musik yang unik dan belum pernah dibuat sebelumnya dengan mempelajari pola-pola dari data yang ada.

AI dapat menghasilkan sesuatu yang dianggap kreatif, namun mereka tidak memiliki kemampuan untuk sepenuhnya memahami atau mengekspresikan kreativitas seperti manusia.

Kemampuan kreativitas yang lebih tinggi, seperti kemampuan untuk memahami kompleksitas atau memiliki pemahaman yang luas tentang seni dan estetika, masih menjadi keterampilan manusia yang sulit untuk direplikasi oleh AI.

Pertama, seni dan estetika melibatkan pengalaman yang sangat subjektif. Setiap orang memiliki preferensi dan pengalaman yang unik terkait dengan seni, dan ini dapat sangat bervariasi bahkan di antara orang-orang yang berada dalam kelompok sosial atau budaya yang sama. Karena AI didasarkan pada data dan pemrosesan matematis, sulit bagi AI untuk memahami dan menangkap keanekaragaman pengalaman manusia dalam hal seni dan estetika.

Kedua, seni dan estetika seringkali melibatkan aspek emosional, intuisi, dan kreativitas. Beberapa karya seni yang paling menarik dan berharga mungkin memiliki keunikan dan keindahan yang sulit dijelaskan secara rasional. Ini adalah area di mana manusia dapat mempertimbangkan aspek non-ilmiah seperti perasaan, kejutan, atau inspirasi dalam penghargaan seni. AI, pada saat ini, tidak memiliki kemampuan untuk menghasilkan pemikiran kreatif atau memahami pengalaman emosional.

Ketiga, seni dan estetika seringkali terkait dengan budaya dan konteks sosial yang sangat spesifik. Beberapa karya seni dapat menangkap dan mengungkapkan pengalaman atau nilai-nilai dari suatu budaya atau masyarakat tertentu. AI mungkin dapat menangani analisis data untuk mengidentifikasi pola atau tema umum dalam karya seni, namun tidak dapat memahami keunikan atau nuansa budaya yang mendasari pengertian karya seni tersebut.

Kesimpulannya, sementara ini AI dapat digunakan untuk menganalisis dan mengklasifikasi karya seni berdasarkan beberapa faktor, seperti warna, bentuk, atau pola, ia masih memiliki keterbatasan dalam hal memahami pengalaman manusia yang lebih luas terkait dengan seni dan estetika. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami kompleksitas atau memiliki pemahaman yang luas tentang seni dan estetika masih menjadi keterampilan manusia yang sulit untuk direplikasi oleh AI.

Prinsip etis ekonomi kreatif

Prinsip etis ekonomi kreatif

  1. Prinsip etis ekonomi kreatif berfokus pada konsep keadilan ekonomi, inovasi, dan pembagian yang adil dari hasil yang dihasilkan oleh ekonomi kreatif.
  2. Prinsip etis ekonomi kreatif menekankan pada pengembangan inovasi di sektor ekonomi kreatif dan juga memastikan bahwa hasil yang dihasilkan oleh ekonomi kreatif dibagikan secara adil kepada semua pihak yang terlibat dalam proses produksi.
  3. Prinsip etis ekonomi kreatif menekankan pada pelindungan hak-hak intelektual dan menekankan pada pelindungan hak-hak konsumen dan pelaku ekonomi kreatif.
  4. Prinsip etis ekonomi kreatif menekankan pada pelindungan lingkungan dan komunitas yang terlibat dalam proses produksi ekonomi kreatif.

Prinsip Etis untuk Melindungi Warisan Budaya Hidup

Prinsip etis untuk melindungi warisan budaya hidup (intangible cultural heritage/ living heritage) atau warisan budaya hidup (living heritage) telah dielaborasi dalam semangat konvensi 2003 untuk pelindungan warisan budaya takbenda dan instrumen normatif internasional yang ada saat ini, yang melindungi hak asasi manusia dan hak-hak masyarakat adat.

Prinsip etis warisan budaya takbenda mewakili seperangkat prinsip aspirasi yang memayungi dan diterima secara luas sebagai praktik yang baik bagi pemerintah, organisasi, dan individu, yang secara langsung maupun tidak langsung, memengaruhi warisan budaya takbenda, untuk memastikan kelangsungan hidup warisan budaya takbenda, sehingga mengakui kontribusinya terhadap perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.

Sebagai pelengkap konvensi 2003 untuk pelindungan warisan budaya takbenda, petunjuk operasional untuk melaksanakan konvensi, dan kerangka kerja legislatif nasional, prinsip-prinsip etis ini dimaksudkan agar berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan kode etik dan alat spesifik yang disesuaikan dengan kondisi lokal dan sektoral.

1) Komunitas, kelompok dan, jika dapat diterapkan, individu harus sebagai pemeran utama dalam melindungi warisan budaya takbenda mereka sendiri.

2) Hak komunitas, kelompok dan, jika dapat diterapkan, individu untuk melanjutkan praktik, representasi (yang mewakili warisan budaya takbenda), ekspresi, pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memastikan kelangsungan warisan budaya takbenda harus diakui dan dihormati.

3) Rasa saling menghormati serta rasa saling menghargai dan saling mengapresiasi warisan budaya takbenda, harus berlaku dalam interaksi antarnegara dan antarkomunitas, antarkelompok dan, jika dapat diterapkan, antarindividu.

4) Semua interaksi dengan komunitas, kelompok, dan, jika dapat diterapkan, individu yang menciptakan, menjaga, memelihara, dan mentransmisikan warisan budaya takbenda harus bercirikan kolaborasi transparan, dialog, negosiasi dan konsultasi, dan bergantung pada kebebasan, persetujuan berdasarkan informasi sebelumnya (free, prior informed consent).

5) Akses komunitas, kelompok dan individu ke instrumen, objek, artefak, ruang budaya dan alam serta tempat-tempat yang mempunyai memori (kenangan), yang keberadaannya diperlukan untuk mengekspresikan warisan budaya takbenda harus dipastikan, termasuk dalam situasi konflik bersenjata. praktik-praktik adat yang mengatur akses ke warisan budaya takbenda harus sepenuhnya dihormati, bahkan dapat membatasi akses publik yang lebih luas.

6) Setiap komunitas, kelompok, atau individu harus menilai nilai warisan budaya takbenda miliknya sendiri dan warisan budaya takbenda ini tidak boleh dikenakan penilaian eksternal terhadap nilai atau kepatutan.

7) Komunitas, kelompok dan individu yang menciptakan warisan budaya takbenda harus mendapat manfaat dari pelindungan kepentingan moral dan material yang dihasilkan dari warisan budaya takbenda tersebut, dan terutama dari penggunaan, penelitian, dokumentasi, promosi atau adaptasi oleh anggota masyarakat atau orang lain.

8) Sifat dinamis dan hidup dari warisan budaya takbenda harus terus dihormati. keaslian dan eksklusivitas seharusnya tidak menjadi perhatian dan hambatan dalam melindungi warisan budaya takbenda.

9) Komunitas, kelompok, lokal, nasional dan organisasi transnasional dan individual harus secara hati-hati menilai dampak langsung dan tidak langsung, jangka pendek dan jangka panjang, setiap tindakan yang dapat memengaruhi kelangsungan hidup warisan budaya takbenda atau komunitas yang melakukannya.

10) Komunitas, kelompok dan, jika dapat diterapkan, individu harus memainkan peran penting dalam menentukan apa yang merupakan ancaman terhadap warisan budaya takbenda mereka termasuk dekontekstualisasi, komodifikasi, dan penyajian yang keliru tentang warisan budaya takbenda dan dalam memutuskan bagaimana mencegah dan mengurangi ancaman tersebut.

11) Keanekaragaman budaya dan identitas komunitas, kelompok, dan individu harus sepenuhnya dihormati. dalam hal nilai yang diakui oleh komunitas, kelompok, dan individu serta sensitivitas terhadap norma-norma budaya, perhatian khusus pada kesetaraan gender, keterlibatan pemuda dan penghormatan terhadap identitas etnis harus dimasukkan dalam desain dan implementasi langkah-langkah pelindungan.

12) Pelindungan warisan budaya takbenda adalah kepentingan umum untuk kemanusiaan dan karenanya harus dilakukan melalui kerja sama antara pihak-pihak bilateral, sub-regional, regional dan internasional; namun demikian, antarkomunitas, kelompok dan, jika ada, individu tidak boleh diasingkan dari warisan budaya takbenda mereka sendiri.

Sumber: https://view.officeapps.live.com/op/view.aspx?src=https://ich.unesco.org/doc/src/2003_Convention-Ethical_principles-EN.docx