Pengelolaan Warisan Budaya Dunia dan Warisan Budaya Hidup

Pengelolaan warisan budaya dunia (world heritage culture) diatur dalam Konvensi 1972 UNESCO tentang Proteksi Warisan Alam dan Budaya Dunia, sedangkan pengelolaan warisan budaya hidup (living heritage) diatur dalam Knvensi 2003 UNESCO tentang Pelindungan Warisan Budaya Hidup.

Pengelolaan Warisan Alam dan Budaya Dunia atau Warisan Budaya Dunia dikelola bersama oleh organisasi pengelola yang terdiri atas unsur pemerintah pusat, pemeritah daerah, dunia usaha, ahli warisan budaya dunia, komunitas, dan media (world heritage management) sesuai petunjuk pelaksanaan Konvensi 1972.

Pengelolaan Taman Nasional Komodo

Nilai Universal yang Luar Biasa (Outstanding Universal Value) Taman Nasional Komodo, terletak di tengah-tengah kepulauan Indonesia, antara pulau Sumbawa dan Flores, terdiri atas tiga pulau besar (Rinca, Komodo, dan Padar) dan banyak pulau kecil lainnya, semuanya berasal dari gunung berapi.

Terletak di persimpangan dua lempeng benua, taman nasional ini merupakan “sabuk penghancur” di dalam Kawasan Biogeografis Wallacea, antara ekosistem Australia dan Sunda.  Properti ini diidentifikasi sebagai kawasan prioritas konservasi global, yang terdiri atas ekosistem darat dan laut yang tak tertandingi dan mencakup area seluas 219.322 ha. Iklim kering telah memicu adaptasi evolusioner spesifik dalam flora darat yang berkisar dari sabana hutan rerumputan terbuka hingga hutan gugur tropis (monsun) dan hutan kuasi awan. Lereng bukit terjal dan vegetasi kering sangat kontras dengan pantai berpasir dan perairan biru yang kaya karang.

Penghuni Taman Nasional Komodo yang paling luar biasa adalah Kadal Komodo, Varanus komodoensis. Kadal raksasa ini, yang tidak ada di tempat lain di dunia, memiliki minat ilmiah yang besar, terutama karena implikasi evolusinya.  Paling umum dikenal sebagai ‘Komodo Dragons’, karena penampilan dan perilaku agresifnya, Kadal Komodo, adalah spesies kadal terbesar yang masih hidup, tumbuh dengan panjang rata-rata 2 hingga 3 meter.

Spesies tersebut merupakan representasi terakhir dari populasi peninggalan kadal besar yang pernah hidup di seluruh Indonesia dan Australia. Selain menjadi rumah bagi komodo, Taman Nasional ini menyediakan perlindungan bagi banyak spesies terestrial terkenal lainnya seperti unggas semak berkaki oranye, tikus endemik, dan rusa Timor. Terumbu karang yang kaya di Komodo memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi, dan arus laut yang kuat menarik kehadiran penyu, paus, lumba-lumba dan duyung.

Kriteria (VII): Taman Nasional Komodo adalah lanskap kontras antara lereng bukit sabana kering yang sangat terjal, kantong-kantong vegetasi hijau berduri, pantai berpasir putih cemerlang dan air biru yang bergelombang di atas karang, tidak diragukan lagi salah satu pemandangan paling dramatis di seluruh Indonesia.

Menunjukkan keindahan alam yang luar biasa yang lebih luar biasa sebagai tandingan dari rimbunnya vegetasi yang dominan yang menjadi ciri wilayah hutan Indonesia yang luas, dan yang dengannya sebagian besar dunia menghubungkan nusantara.

Garis pantai tidak beraturan yang dicirikan oleh teluk, pantai, dan ceruk yang dipisahkan oleh tanjung, seringkali dengan tebing terjal yang jatuh secara vertikal ke laut sekitarnya yang dilaporkan termasuk yang paling produktif di dunia menambah keindahan pemandangan alam yang menakjubkan yang didominasi oleh tipe vegetasi yang kontras,  menyediakan tambal sulam warna.

Kriteria (X): Taman Nasional Komodo berisi sebagian besar wilayah dunia yang masih terdapat populasi liar kadal komodo. 

Kadal terbesar dan terberat di dunia, spesies ini dikenal luas karena ukurannya yang mengesankan dan penampilannya yang menakutkan, kemampuannya untuk memangsa hewan besar secara efektif, dan toleransi terhadap kondisi yang sangat keras.

Populasinya diperkirakan sekitar 5.700 ekor yang tersebar di Pulau Komodo, Rinca, Gili Motong dan beberapa wilayah pesisir di bagian barat dan utara Flores.

Fauna lain yang tercatat di taman ini adalah ciri khas kawasan zoogeografi Wallacea dengan tujuh spesies mamalia darat, termasuk tikus endemik (Rattus rintjanus) dan monyet pemakan kepiting (Macaca fascicularis) dan 72 spesies burung, seperti sulphur yang lebih rendah-  kakatua jambul (Cacatua sulphurea), burung semak berkaki jingga (Megapodius reinwardt), dan burung friarbird (Philemon buceroides).

Terumbu karang di tepi pantai Komodo beragam dan subur karena airnya yang jernih, sinar matahari yang intens, dan pertukaran air yang kaya nutrisi dengan cepat dari daerah-daerah yang lebih dalam di nusantara.  Fauna dan flora laut umumnya sama dengan yang ditemukan di seluruh kawasan Indo Pasifik, meskipun kekayaan spesiesnya sangat tinggi, mamalia laut yang terkenal termasuk paus biru (Balaenoptera musculus) dan paus sperma (Physeter catodon) serta 10 spesies lumba-lumba,  dugong (Dugong dugon) dan lima spesies penyu.

Integritas

Meliputi topografi kasar yang mencerminkan posisi taman di dalam “shatter belt” vulkanik aktif antara Australia dan Paparan Sunda, batas-batas Taman Nasional Komodo mengelilingi fitur-fitur taman utama, termasuk pemandangan yang luar biasa dan spesies unik yang ditampungnya;  biawak komodo, burung, mamalia laut, jenis terumbu karang, dan lain-lain.

Batas-batas tersebut dianggap memadai untuk mengamankan habitat dan proses ekologis utama untuk melestarikannya.  Zona penyangga laut yang luas di sekitar taman adalah kunci untuk menjaga keutuhan dan keutuhan taman nasional dan jumlah spesies luar biasa yang ditampungnya.

Penangkapan ikan dan perburuan ilegal tetap menjadi ancaman utama bagi nilai-nilai properti dan integritasnya secara keseluruhan.  Terdapat zona penyangga laut yang luas di taman ini, di mana staf otoritas pengelolaan memiliki kewenangan untuk mengatur jenis penangkapan ikan yang diizinkan dan sampai batas tertentu keberadaan nelayan dari luar kawasan.

Zona penyangga ini, yang membantu mengendalikan perburuan spesies darat yang menjadi mangsa kadal komodo, akan menjadi penting dalam perlindungan jangka panjang taman nasional secara keseluruhan.

Persyaratan Perlindungan dan Manajemen

Taman Nasional Komodo dikelola oleh pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan.

Sejarah perlindungan yang diberikan situs tersebut dimulai pada tahun 1938 sementara perlindungan resmi dimulai ketika Keputusan Menteri menyatakan kawasan tersebut sebagai Taman Nasional seluas 72.000 ha pada Maret 1980. Kawasan ini kemudian diperluas menjadi 219.322 ha pada tahun 1984 untuk mencakup kawasan laut yang diperluas dan bagian tersebut.  dari daratan Flores.  Terdiri dari Suaka Margasatwa Komodo (33.987 ha), Cagar Alam Pulau Rinca (19.625 ha), Cagar Alam Pulau Padar (1.533 ha), Hutan Lindung Mbeliling dan Nggorang (31.000 ha), Cagar Alam Wae Wuul dan Mburak (3.000 ha) dan sekitarnya  wilayah laut (130.177 ha) Cagar Biosfer Komodo diterima di bawah Program Manusia dan Biosfer UNESCO pada Januari 1977. Pada tahun 1990, undang-undang nasional, menaikkan mandat legislatif untuk konservasi ke tingkat parlemen dan presiden secara signifikan memberdayakan dasar hukum untuk perlindungan dan  pengelolaan.

Untuk memastikan pengelolaan yang efektif dan perlindungan taman serta lanskap dan biotanya yang luar biasa, taman diatur melalui Rencana Pengelolaan 2000-2025 dan Rencana Strategis 2010-2014, yang memerlukan revisi dan pembaruan.

Rencana ini penting untuk memastikan sistem zonasi taman yang efektif dan menjamin keberlanjutan ekosistem properti.  Otoritas pengelolaan dikenal karena merancang rencana khusus untuk memandu keputusan pengelolaan yang memerlukan pemutakhiran sejalan dengan perubahan prioritas dan ancaman, khususnya peningkatan yang diharapkan dalam jumlah pengunjung dan dampak dari pariwisata.

Taman menerima dukungan dan sumber daya yang kuat dari pemerintah pusat Indonesia.  Sebagai lokasi pariwisata yang dikenal dunia, Pemerintah Indonesia memiliki program khusus pengelolaan ekowisata untuk mempromosikan taman di tingkat internasional dan memastikan keberlanjutan kegiatan pariwisata.

Selain itu, untuk mengatasi penangkapan ikan dan perburuan ilegal, patroli rutin wilayah laut dan darat dilakukan untuk penegakan hukum dan sejumlah masalah dan dampak yang terkait dengan kegiatan ini telah berkurang.  Program penyadaran dan pemberdayaan masyarakat sedang dilaksanakan untuk melibatkan penduduk desa setempat tentang penggunaan sumber daya alam dan konservasi taman yang berkelanjutan. Penelitian dan studi tentang fitur biologis unik taman juga sedang dipromosikan dan didukung oleh otoritas pengelolaan.

Meningkatnya tingkat pariwisata dan hal-hal yang terkait secara khusus dengan biawak komodo adalah masalah pengelolaan utama yang selama ini menjadi fokus.

Perluasan fokus pengelolaan untuk menangani masalah-masalah di dalam kawasan laut taman bersama dengan spesies darat lainnya diperlukan untuk memastikan konservasi properti yang efektif dalam jangka panjang.

Fokus pada masalah menipisnya stok spesies mangsa biawak Komodo telah menghasilkan beberapa keberhasilan dan upaya yang sama perlu difokuskan pada masalah praktik penangkapan ikan yang merusak dan dampak pada spesies unik lain yang terkandung di dalam properti.

Sumber: whc.unesco.org

Pengelolaan Warisan Budaya Hidup

Pengelolaan Warisan Budaya Hidup (living heritage management) harus melibatkan komunitas yang bersangkutan. Komunitas adalah sekelompok orang, yang dalam beberapa kasus, hanya beberapa orang saja, yang berpartisipasi langsung maupun tidak langsung, yang menciptakan, mempraktikan, dan mentransmisikan unsur warisan budaya hidup. Komunitas terdiri atas komunitas yang mewarisi tradisi (tradition-bearer) dan praktisi (practitioner). Komunitas merupakan pelaku utama yang menerima manfaat sosial dan ekonomi atas pengelolaan warisan budaya hidup mereka (Konvensi 2003 tentang Pelindungan Warisan Budaya Hidup).

Pengelolaan warisan budaya hidup (stewardship), seperti Teater Wayang, Kris Indonesia, Batik Indonesia, Pendidikan dan Pelatihan Batik, Angklung Indonesia, Tari Saman Gayo, Tas Rajutan Noken Papua, Tiga Genre Tari Tradisi Bali, Pinisi, Pencak Silat Tradisi, dan Pantun Melayu, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, ahli warisan budaya hidup, dan media, harus melibatkan komunitas yang bersangkutan karena komunitas yang paling mengetahui “nilai kepatutan” tentang warisan budaya hidup mereka. Karena itu, pengelolaan warisan budaya hidup, yang meliputi upaya pelindungan, pembinaan, pengembangan, dan pemanfaatannya, harus mendengarkan dan melibatkan komunitas yang bersangkutan.

Warisan budaya hidup yang telah diinskripsi sebagai unsur atau praktik terbaik warisan budaya hidup UNESCO, seperti batik dan pendidikan dan pelatihan batik, memberi rasa senang, bangga, dan harga diri bagi komunitas yang bersangkutan, perlu dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah dserah, dunia usaha, ahli warisan budaya hidup, dan media harus melibatkan komunitas yang bersangkutan agar pengelolaan warisan budaya hidup memberi manfaat sosial maupun ekonomi, terutama bagi komunitas yang bersangkutan

Keberlangsungan warisan bidaya hidup bergantung pada komunitas yang mencipta, mempraktikkan, dan mentransmisikan unsur warisan budaya hidup, baik di pendidikaan formal (komunitas sekolah) maupun di pendidikan nonformal (komunitas di luar sekolah. seperti komunitas yang mewarisi tradisi dan praktisi, baik kelompok maupun perseorangan.

Sumber: https://ich.unesco.org