Tata Kelola Destinasi Pariwisata sebagai Orkestrator

Jika sebuah destinasi adalah untuk meyakinkan para pengunjung (wisatawan), destinasi dapat menawarkan satu set pengalaman-pengalaman unik yang berbeda yang merefleksikan sebuah tempat yang spesifik, Tata Kelola Destinasi (TKD/DMO) perlu berpikir bahwa karena dirinya kurang ahli di bidang pemasaran dan promosi karena lebih banyak sebagai orkestrator. Sebuah kreasi yang cerdas, fleksibel, menggunakan platform elektronik yang dapat melakukan kolaborasi, distribusi, penjualan silang, pengumpulan informasi intelijen (informasi yang dihargai atas ketepatan waktu dan relevansinya, bukan detail dan keakuratannya-red) dan pertukaran (informasi) yang terjadi akan menjadi penting (DestiCorp, 2010)

Adalah Anna Pollock dari DestiCorp di Inggris terkenal ahli di bidang pemasaran destinasi dan manajemen. Pada 2010, perusahaannya menerbitkan kertas kerja ilmiah yang berjudul “Speculation on the Future of Destination Marketing Organizations (TKD).” Kertas kerja ilmiah ini menunjukkan ada tujuh penggerak perubahan yang memengaruhi pemasaran destinasi, sebagai berikut.

#1. Teknologi informasi menggerakkan konektivitas global dan platform digital yang mencerminkan realitas: Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan khususnya internet telah benar-benar mengubah kendala jarak dan menawarkan kepada konsumen secara cepat dan informasi yang terus menerus tentang destinasi-destinasi. Bagaimanapun juga, meskipun digitalisasi konten telah menembus lebih dari satu dekade, DestiCorp merasa bahwa perubahan TKD secara relatif masih kecil dan hanya beberapa beberapa TKD yang memiliki website interaktif (web 2.0 -red). Hal ini perlu diubah pada masa mendatang karena TKD akan menjadi orkestrator TKD yang menawarkan pengalaman-pengalaman unik dan berbeda kepada wisatawan daripada sebagai TKD yang menawarkan produk-produk pariwisata.

#2. Pemasaran kadang naik dan kadang turun, dari mendorong (push) ke menarik (pull); dari promosi ke atraksi: TKD secara tradisional telah mempromosikan produk-produk pariwisata di dalam destinasi-destinasi. Hal ini akan berhasil kalau pemasok informasi masih terbatas, tetapi sekarang tidak lagi seperti itu. Sekarang konsumen duduk di kursi pengemudi dan mereka ingin terlibat di dalam merancang produk-produk pengalaman berwisata bagi mereke sendiri. DestiCorp berargumen bahwa sekarang TKD perlu mengurangi promosi, dan perlu memberi lebih banyak prioritas untuk menciptakan dan membuat tahapan tipe-tipe pengalaman yang diinginkan wisatawan di dalam destinasi-destinasi.

#3. Munculnya kreatif dan pengalaman di bidang ekonomi: Wisatawan membeli pengalaman-pengalaman di destinasi yang mereka kunjungi dan bukan membeli produk-produk. DestiCorp menyarankan, oleh karena itu, bahwa TKD perlu “mengakui peran mereka lebih sebagai manajer panggung dan konduktor daripada sebagai orang yang mempromosikan produk pariwisata.”

#4. Perubahan realitas ekonomis: globalisasi versus lokalitas: Ada dua tren yang arahnya berbeda pada waktu yang sama. Dunia telah berubah menjadi lebih global dalam 20-25 tahun terakhir. Ada sebuah kebutuhan besar untuk tempat-tempat yang nyata di lingkungan global dan tidak hanya untuk pariwisata, tetapi untuk menarik lebih banyak  investasi ke dalam, tenaga kerja berbakat dan siswa-siswa (yang memiliki kemampuan khusus-red). Bagaimanapun juga, biaya energi yang naik dan turun memaksa orang untuk tidak melakukan perjalanan jauh dan mencari sesuatu yang lebih memiliki karakter lokal.

#5. Kenyataan biofisik: TKD perlu memberi perhatian lebih pada pertimbangan-pertimbangan  lingkungan dan bermain di sebagian lingkungan yang secara ekonomi rendah karbon. Hal ini karena pemanasan global, dan juga energi, makanan, dan air di dunia yang terus meningkat.

#6. Realitas fiskal: Pemerintah menghadapi tekanan situasi beban utang yang besar, ditambah pembiayaan untuk perbaikan-perbaikan infrastruktur dan permintaan yang besar untuk layanan sosial dan kesehatan untuk populasi yang berusia lanjut. Dalam situasi demikian, anggaran untuk pemasaran destinasi pariwisata berkurang dan TKD perlu melihat kemungkinan dukungan dari sumber lain.

#7. Mengubah model-model dan cara-cara berpikir (mindsets): Masyarakat dan bisnis saat ini memerlukan sebuah jejaring model dan cara berpikir, yang ada kolaborasi dan transparansi di antara para TKD, mitra, pemasok, dan pelanggan. Ini adalah perubahan dari model dan cara berpikir “komando dan kontrol” yang biasa dilakukan TKD selama dekade belakangan ini.

Berdasarkan tujuh penggerak perubahan, DestiCorp merekomendasikan bahwa TKD merespons dan beradaptasi dengan delapan cara sebagai berikut.

#1. TKD perlu mengubah persepsi dan cara berpikir mereka: Poin utama di sini bahwa TKD yang dibentuk beberapa dekade yang lalu dan telah mengelola model yang mirip setelah itu. Model ini melihat destinasi sebagai “rantai nilai” dengan hubungan-hubungan yang linier. Bagaimanapun juga, model ini sudah tidak cocok (fit) dengan kenyataan sekarang dan TKD perlu melihat destinasi sebagai “sebuah jejaring agen-agen yang memiliki organisasi sendiri” yang perlu berkolaborasi dan menawarkan sesuatu kepada wisatawan secara konsisten.

#2. TKD harus melakukan sesuatu seminimal mungkin dan menggerakkan semaksimal mungkin. TKD perlu fokus mengembangkan sebuah pengungkit infrastruktur digital. DestiCorp menyebutnya “web destinasi” yang menghubungkan komunitas secara elektronik, yang memberikan pengguna saling ketegantungan secara otonom di destinasi.

#3. TKD harus melakukan promosi seminimal mungkin dan menarik wisatawan semaksimal mungkin: TKD perlu terlibat di semua bagian dalam komunitas tuan rumah, termasuk wisatawan, dalam “percakapan” tentang destinasi.

#4. TKD perlu bersekutu dan bergabung dengan organisasi-organisasi yang lain: Pada banyak komunitas, pembangunan ekonomi dan badan-badan lain ditugaskan menarik investasi ke dalam yang biasanya memiliki sumber yang lebih besar dibandingkan TKD. Bukannya takut berkompetisi dengan badan-badan tersebut, TKD perlu mencari cara-cara baru untuk bersekutu dan memadukan usaha-usaha mereka dengan badan-badan tersebut.

#5. TKD harus terlibat dengan pemasok dan pengunjung selama  dan sesudah pengalaman-pengalaman. TKD harus meminta bantuan pemasok dan wisatawan dalam membantu memasarkan destinasi. DestiCorp  merekomendasikan bahwa TKD lebih menekankan menjadi “pengembang platform,” untuk yang lain dan kurang menekankan hanya semata-mata menggunakan satu dimensi melakukan promosi. Misalnya, “crowdsourcing” di dalam konteks pemasaran digital. Ini adalah contoh mendapatkan bantuan dari penduduk setempat dan/ atau wisatawan agar terlibat dalam “percakapan” tentang destinasi-destinasi dan mengunggah konten di internet.

#6. TKD harus membina kecerdasan destinasi (informasi yang dihargai atas ketepatan waktu dan relevansinya, bukan detail dan keakuratannya-red): TKD perlu mencari cara baru dan lebih cepat untuk melakukan riset tentang apa yang terjadi di dalam destinasi-destinasi mereka. Secara khusus, intelijen ini perlu dilakukan pada saat ini dan dapat dikumpulkan dengan cara menggunakan telepon dan situs-situs jejaring sosial.

#7. TKD harus rasional untuk mencapai derajat yang lebih tinggi: Ada kecenderungan menjadi tumpang tindih dan pengulangan di antara variasi tingkatan TKD di berbagai negara, dari level nasional ke level komunitas. TKD perlu berkolaborasi dan memanfaatkan teknologi-teknologi baru untuk merasionalkan usaha mereka dalam upaya meningkatkan derajat yang lebih tinggi.

#8. TKD harus menjadi Manajemen: Ini telah menjadi tema dominan. TKD harus terlibat dalam banyak aktivitas daripada hanya promosi dan jualan. Sebagai contoh, realitas-realitas biofisik yang telah disebutkan terdahulu memerlukan TKD untuk lebih terlibat dalam pembangunan kepariwisataan berkelanjutan. TKD harus terlibat dalam jaminan mutu dan program-program manajemen pengunjung.

Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan

Prinsip-prinsip Pariwisata Berkelanjutan Kepentingan lingkungan untuk produk destinasi telah menjadi perhatian. Pembangunan pariwisata berkelanjutan telah muncul sebagai konsep besar untuk memastikan bahwa pariwisata tumbuh dengan mengikuti gaya (cara) hidup yang tidak merusak lingkungan, masyarakat, dan budaya secara permanen di destinasi pariwisata.

Tata Kelola Destinasi (TKD/DMO) harus menjadi katalisator dan pemenang dalam keberlanjutan di dalam setiap destinasi. Sekarang ini ada banyak model dan kriteria dalam pariwisata berkelanjutan yang tersedia untuk destinasi yang dapat diikuti. Hal ini termasuk the Global Sustainable Tourism Criteria (GSTC) dan banyak panduan untuk mengurangi karbon dari praktik-praktik pariwisata. Satu dari inisiatif TKD adalah merancang piagam atau kode etika pembangunan pariwisata berkelanjutan untuk destinasi. Piagam atau kode ini dibaca sebagai prinsip-prinsip panduan pariwisata berkelanjutan di destinasi.

TKD harus mendorong operator pariwisata untuk mengikuti praktik-praktik yang ramah lingkungan dan menyelesaikan hal ini dengan berbagai cara, termasuk menawarkan pendidikan dan pelatihan. Teknik-teknik lainnya mencakup menginformasikan operator aplikasi-aplikasi program keberlanjutan yang terbaik dan menetapkan program pemberian penghargaan khusus kepada operator di destinasi yang telah mendemonstrasikan kepemimpinan dalam praktik-praktik pembangunan berkelanjutan.

Studi kasus yang luar biasa dalam membangun pariwisata berkelanjutan ke dalam pengembangan produk seperti yang dilakukan oleh the Queensland Tourism Strategy yang melibatkan pariwisata Queensland sebagai kunci utama. Pendekatan dasar membayangkan pembangunan pariwisata berkelanjutan di Queensland dengan tiga prinsip utama (triple-bottom-line) melalui keseimbangan di bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan ekonomi, yaitu
(a) meningkatkan pengeluaran pengunjung;
(b) meningkatkan keuntungan bisnis;
(c) meningkatkan peluang tenaga kerja; dan
(d) menyebarkan manfaat di lintas destinasi.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan sosial, yaitu (a) melestarikan warisan dan budaya;
(b) memperbaiki berbagai layanan dan infrastruktur;
(c) memperbaiki kualitas hidup; dan
(d) melibatkan komunitas setempat.

Prinsip pariwisata berkelanjutan dengan tujuan-tujuan lingkungan, yaitu (a) melindungi aset-aset alam;
(b) mengelola penggunaan dan dampak;
(c) menginformasikan dan mengedukasi wisatawan dan komunitas setempat; dan
(d) membangun kemitraan yang kuat.

Ini bukan hanya isu yang terkait dengan pengembangan produk, melainkan juga mengenai hubungan antara TKD dengan penduduk (komunitas) setempat dan mempunyai implikasi terhadap pemasaran destinasi pariwisata juga. Komunitas setempat ingin memastikan bahwa pariwisata adalah berkelanjutan dan juga tidak memberi pengaruh negatif terhadap lingkungan, warisan dan sumber daya budaya. Lebih dari itu, ada banyak wisatawan yang semakin menyadari kesadaran lingkungan, dan semakin banyak wisatawan yang lebih menginginkan destinasi-destinasi yang telah mengadopsi prinsip pariwisata keberlanjutan atau praktik-praktik pariwisata yang bertanggung jawab. Akhirnya, pembangunan pariwisata berkelanjutan di sebuah destinasi perlu berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan.

Sumber:
Alastair M. Morrison (2013). Marketing and Managing Tourism Destinations.