Branding Destinasi Pariwisata

Seri: Pemasaran dan Manajemen Destinasi Pariwisata

Penjenamaan (branding) destinasi pariwisata telah menjadi topik hangat di antara ahli pemasaran destinasi dan ahli pariwisata sejak 1990an. Pada 1998, the Travel and Tourism Research Association (TTRA) mengadakan konferensi dengan tema “Branding the Travel Market, dan J.R. Brent Ritchie dan Robbin Ritchie, memberikan advokasi tentang pendekatan penjenamaan destinasi-destinasi pariwisata. Morgan et.al (2002) telah merintis penulisan buku tentang topik tersebut sehingga  konsep branding destinasi telah berhasil mendapat pengakuan secara profesional di bidang pariwisata.

Sebelumnya penjenamaan (branding) destinasi dipahami dalam dunia usaha periklanan yang fokus utamanya membuat slogan-slogan, logo-logo, dan semua hal yang berhubungan dengan niaga atau perdagangan. Belum banyak pemikiran yang menjelaskan mengenai branding destinasi, yang ada baru yang berhubungan dengan periklanan.

Penjenamaan (branding) destinasi selama 15-20 tahun belakangan ini mengalami perkembangan pesat. Topik branding destinasi sekarang sering diartikan sebagai branding suatu tempat atau branding suatu negara yang membawa kita pada perspektif yang lebih luas.

Ada banyak penjenamaan (branding) destinasi di dunia, ada yang luar biasa dan adapula yang tidak. Bagaimana membangun penjenamaan (branding) jangka panjang dan ini bukan sekedar bagaimana mendeskripsikan logo-logo dan slogan-slogan, melainkan perlu riset dan keterlibatan para pemangku kepentingan (Akademisi, Bisnis, Pemerintah, Komunitas, dan Media) di dalamnya.

Pendekatan Posisi (Positioning) – Citra (Image) – Penjenamaan/Branding (PCB)

Konsep positioning destinasi, citra (Image) destinasi, dan branding destinasi sangat terkait satu dengan yang lainnya. Strategi Tata Kelola Destinasi (TKD) harus menentukan pasar-pasar yang menjadi target destinasi dan bagaimana citra destinasi  diciptakan di dalam pikiran pengunjung (wisatawan) potensial, yang berada di dalam pasar-pasar yang menjadi target destinasi. TKD juga perlu memikirkan bagaimana agar keunikan destinasi menjadi keunggulan destinasi. Dengan kata lain, TKD harus menentukan citra destinasi saat ini yang dipersepsikan wisatawan yang berkunjung ke destinasi itu berdasarkan hasil riset. Kemudian, TKD harus memutuskan bagaimana mem-branding destinasi berdasarkan pendekatan positioning yang terpilih dan tipe citra yang mendukung positioning tersebut.

Positioning destinasi berdampak pada branding destinasi, tetapi juga berakibat pada citra destinasi. Citra destinasi di mata wisatawan seharusnya mempengaruhi positioning destinasi dan branding destinasi. Branding destinasi adalah pendekatan strategi pemasaran yang akan berdampak positif pada citra destinasi; hasilnya juga berdampak pada keputusan positioning destinasi di masa depan. Jadi, positioning destinasi, citra (image) destinasi, dan branding (penjenamaan) destinasi merupakan suatu siklus yang bersifat dinamis. Perlu diketahui bahwa citra destinasi adalah yang paling sulit berubah dibandingkan dengan positioning branding dan branding destinasi; citra (image) suatu destinasi dari perspektif wisatawan perlu waktu beberapa tahun untuk mengubahnya.

Untuk lebih jelasnya, positioning destinasi, citra (image) destinasi, dan penjenamaan (branding) destinasi akan dijelaskan kembali di bawah ini. 

Positioning Destinasi

Langkah-langkah yang dilakukan TKD, berkolaborasi dengan para pemangku kepentingan, mengidentifikasi dan mengomunikasikan citra sebuah destinasi yang unik kepada orang-orang (wisatawan potensial) yang menjadi target pasar. Oleh karena itu, positioning destinasi adalah bagaimana sebuah destinasi memutuskan bahwa dirinya unik di antara destinasi pesaing dari perspektif wisatawan.

Citra (Image) Destinasi

Gambaran mental yang dimiliki wisatawan (pengunjung) tentang sebuah destinasi. Citra-citra (images) ini dibentuk oleh sumber-sumber informasi yang beragam. Citra (image) destinasi sangat sulit berubah dalam waktu singkat.

Penjenamaan (Branding) Destinasi

Langkah-langkah yang dilakukan TKD, berkolaborasi dengan pemangku kepentingan, untuk mengembangkan dan mengomunikasikan sebuah identitas dan kepribadian di setiap destinasi, yang berbeda dengan semua destinasi pesaing. Banyak ahli juga menyebut destinasi ini sebuah branding destinasi sebagai identitas yang kompetitif (Anholt, 2009).

Dalam kasus branding destinasi Australia, kepribadian penjenamaan (branding) adalah bagian yang berbeda dari sebuah branding. Hal ini menjelaskan karakteritik manusia yang kita asosiasikan dengan sebuah branding. Karakteristik ini secara emosional mendorong mereka berhubungan dengan bagaimana kita merepresentasikan branding kita kepada sasaran yang telah ditetapkan.

Spirit yang tinggi, membumi, ramah, dan sopan (2012)

Jadi, positioning destinasi dan branding destinasi di bawah kontrol TKD, sedangkan citra (image) Destinasi di bawah kontrol para wisatawan dan bagaimana mereka mempersepsikan destinasi-destinasi pariwisata.

TKD harus memutuskan branding destinasi yang diinginkan (positioning) dan identitas serta kepribadian (branding) destinasi-destinasi mereka.

Mengembangkan sebuah branding destinasi memerlukan waktu dan mahal, jadi sangat vital untuk dipahami mengapa branding destinasi sangat penting dalam merancang sebuah branding destinasi. Akhirnya, manfaat-manfaat potensial untuk sebuah destinasi dan pemasarannya, serta manfaat bagi wisatawan, perlu diperhitungkan.

Menambah branding destinasi

Branding akan menerangkan dan memperbaiki citra (image) sebuah destinasi di antara para wisatawan. Kasus klasik “100% Pure New Zealand” menambah citra New Zealand sebagai destinasi yang alamiah, bersih, dan lingkungan yang sensitif. Branding “Incredible India” secara fundamental mengubah dan memperbaiki citra India sebagai destinasi pariwisata.

Memperkuat branding yang unik atau berkepribadian

Branding dapat memperkuat apa yang sudah dipersepsikan oleh wisatawan tentang sebuah destinasi dalam arti penjenamaan yang unik dan berkepribadian. Sebagai contoh, Las Vegas telah mempunyai reputasi sebagai “tempat bermain” orang dewasa; jadi branding yang terkait dengan tema “Apa yang terjadi di Vegas, tinggal di Vegas” memperkuat penjenamaan ini.

Membantu TKD dalam mengukur prestasi

TKD dengan branding-branding destinasi akan lebih mudah mengukur hasilnya melalui riset. TKD mempunyai sebuah konsep yang dapat direviu dan didiskusikan dengan para konsumen, dan dapat menelusuri perubahan persepsi dan sikap sepanjang waktu.

Beberapa aspek penting branding destinasi adalah sebagai berikut.

Mengartikulasi hasrat atau cita-cita, menimbulkan harapan, dan  membuat janji yang bermutu.

Menurut Sean Young (2006), konsultan branding dari UK, menjelaskan bahwa sebuah branding destinasi yang sukses mengartikulasikan hasrat atau cita-cita, menaikkan harapan-harapan dan membuat sebuah janji yang bermutu.

Kotler dan Garner (2002) juga setuju bahwa branding menawarkan kepada konsumen sebuah janji nilai. Mengartikulasi hasrat atau cita-cita berarti memasukkan ke dalam kata-kata dan citra-citra apa yang diinginkan sebuah destinasi; kepribadian dan identitas yang diinginkan sebuah destinasi dibuat lebih konkret dan nyata. Menaikkan harapan-harapan mempunyai dua sisi; TKD dan para pemangku kepentingan pariwisata menetapkan pandangan mereka tentang apa yang ingin dicapai melalui branding destinasi; para wisatawan meningkatkan harapan-harapan mereka terhadap pengalaman-pengalaman dan kualitas yang akan diterima mereka di dalam destinasi pariwisata.

Mendiferensiasi destinasi di antara pesaing

Sebuah branding yang efektif akan membuat sebuah destinasi menonjol di antara para pesaing dan ini merupakan tujuan penting dari branding destinasi.

Sebagaimana telah dijelaskan di atas dalam mendefinisikan branding destinasi, para ahli branding menunjuk proses ini sebagai penciptaan sebuah identitas yang kompetitif.

Clarke (2000) dan kawan-kawan telah mengidentifikasi manfaat-manfaat spesifik branding destinasi untuk para wisatawan, sebagai berikut.

1. Menurunkan risiko dalam pengambilan keputusan: Branding-branding destinasi memberi kepercayaan lebih kepada wisatawan dalam memilih liburan dan destinasi-destinasi. Penurunan risiko ini dipersepsikan wisatawan dalam memperoleh ide yang jelas, yang sesuai dengan apa yang diharapkan wisatawan.

2. Mengurangi dampak ketidakjelasan sesuatu yang tidak dipahami: Anda akan segera mengetahui bahwa pariwisata adalah mendapatkan pengalaman yang baik dan juga ketidakjelasan sesuatu yang tidak dipahami ketika keputusan pembayaran telah dilakukan. Branding destinasi memberi petunjuk dan isyarat kepada wisatawan potensial (yang akan berkunjung-red).

3. Menyampaikan konsistensi yang lebih besar: Jika branding destinasi secara luas diterapkan di destinasi, hal ini akan menciptakan konsistensi dalam implementasi branding di outlet-outlet para pemangku kepentingan pariwisata dan akan berlangsung secara terus-menerus selama bertahun-tahun.

TKD dan destinasi-destinasi, manfaat penjenamaan (branding) destinasi sebagai berikut.

1. Memfasilitasi segmentasi pasar secara tepat: Branding memaksa destinasi-destinasi dan TKD berpikir secara jelas tentang target pasar dan menetapkan segmen-segmen pasar secara spesifik.

2. Mengintegrasikan usaha-usaha pemangku kepentingan: Sebuah branding destinasi menyediakan platform dan fokus pada para  pemangku kepentingan pariwisata untuk bekerja sama yang diarahkan untuk saling mendapat hasil yang bermanfaat.

3. Menghasilkan peningkatan penghormatan, pengakuan, kesetiaan, dan pengenalan kembali: Sebuah tempat akan memperoleh penghormatan, pengakuan, dan pengenalan kembali suatu branding destinasi yang sudah dikenal.

4. Memperbaiki persepsi yang tidak akurat: Kadang-kadang orang-orang di dalam destinasi sendiri memiliki persepsi yang sudah ketinggalan zaman dan proses branding destinasi harus melawan pesimisme tersebut dengan ide-ide baru yang segar dan pasar yang akurat serta informasi yang kompetitif.

5. Meningkatkan manfaat-manfaat ekonomi pariwisata: Efektivitas penjenamaan (branding) destinasi harus diimplementasikan secara  terus-menerus sampai beberapa tahun, memperbaiki pendapatan para pemangku kepentingan dan keuntungan, serta pendapatan pajak untuk pemerintah.

6. Memperluas kebanggaan komunitas dan advokasi: Penjenamaan (branding) yang baik akan membuat penduduk lokal (di dalam destinasi-red) merasakan sebuah kebanggaan yang besar di tempat mereka hidup. Hal ini juga membantu meningkatkan dukungan dari komunitas dan advokasi kepariwisataan.

7. Memperluas pasar utama dengan cara berbagi untuk semua: Memperluas ukuran (size) atau pasar utama untuk para pemangku kepentingan.

Sumber:
Alastair M. Morrison (2013).  Marketing And Managing Tourism Destinations.

Bagaimana mengomunikasikan sebuah branding destinasi pariwisata?

Seri: Pemasaran dan Manajemen Destinasi Pariwisata

Bagaimana mengomunikasikan sebuah branding destinasi pariwisata?

Kata Kunci:
Positioning (P)
Image (I)
Branding (B)

Tujuan:
Menawarkan produk dan layanan yang unik di sebuah destinasi pariwisata.

TKD (Tata Kelola Destinasi) adalah kolaborasi dari unsur pemerintah, pemerintah daerah, industri pariwisata (kumpulan usaha pariwisata yang saling melengkapi), perguruan tinggi, media, dan masyarakat di destinasi pariwisata.

TKD melakukan riset tentang positioning sebuah destinasi pariwisata untuk mengetahui Ancaman (T), Peluang (O), Kelemahan (W), dan Kekuatan (S).

Berdasarkan riset tersebut, TKD menetapkan pernyataan positif tentang sebuah destinasi pariwisata.

Dengan pernyataan tersebut, TKD membangun branding destinasi, yang diikuti dengan pengembangan produk dan layanan yang unik (unique selling points), yang akan dipasarkan kepada wisatawan atau pengunjung potensial.

Wisatawan potensial atau pengunjung potensial menerima image tentang destinasi pariwisata dan berdasarkan hal itu, wisatawan mempunyai persepsi tentang produk dan layanan yang ditawarkan oleh TKD.

Kunci keberhasilan sebuah destinasi pariwisata terletak pada kecerdasan dalam menawarkan produk dan layanan yang dapat menjawab harapan wisatawan sehingga wisatawan mau berkunjung ke sebuah destinasi pariwisata.

Penjelasan

Positioning

Positioning adalah cara yang dilakukan oleh TKD untuk memengaruhi pikiran pengunjung (wisatawan) potensial. (Diadaptasi dari Ries dan Trout, 2001)

Positioning destinasi pariwisata harus dilakukan dalam beberapa tahap, Morrison (2010) menggunakan 5D’s sebagai berikut.

1. Mendokumentasi (Documenting): Langkah pertama, riset terhadap pengalaman berkunjung di masa lalu dan pengunjung potensial, untuk mengetahui manfaatnya bagi pengunjung.

2. Memutuskan (Deciding): Langkah kedua dicapai dengan dua langkah: (1) mengetahui image pengunjung terhadap destinasi pariwisata yang pernah dikunjungi dan (2) memutuskan image apa yang diinginkan TKD, yang mendekati keinginan wisatawan.

3. Membedakan (Differentiating): Langkah ketiga, mengomunikasikan perbedaan sebuah destinasi pariwisata dengan pesaing. Posisi ditampilkan dalam dua tahap: (1) menentukan destinasi mana yang kompetitif; dan (2) menunjukkan faktor-faktor dan USPs (unique selling points) yang tepat, khususnya yang bermanfaat, yang sesuai dengan harapan wisatawan, yang dapat membedakan sebuah destinasi pariwisata tampak berbeda dengan destinasi pesaing.

4. Merancang (Designing): Langkah keempat, TKD harus memutuskan bagaimana mengomunikasikan image yang akan dipersepsikan oleh pengunjung potensial berdasarkan target pasar.

5. Menyampaikan (Delivering): Terakhir, TKD harus mengimplementasikan dan memonitor agar branding dan image tentang destinasi pariwisata membumi (delivering to the ground).

Tata Kelola Destinasi (TKD) harus membuat sebuah pernyataan yang positif tentang destinasi pariwisata, yang mengekspresikan perbedaan dan keunikan sebuah destinasi pariwisata.

Contoh:
Pernyataan tentang keramahan dan keterbukaan orang-orang di sebuah destinasi pariwisata kepada tamu atau wisatawan atau pengunjung adalah faktor yang positif bagi wisatawan yang akan berkunjung ke sebuah destinasi pariwisata (sebuah negara, provinsi, kabupaten, atau kota, yang dalam kenyataannya, sebuah destinasi pariwisata, dapat melampaui batas wilayah administrasi).

Image

Image tentang destinasi pariwisata adalah persepsi wisatawan terhadap sebuah destinasi pariwisata.

Mengubah image sebuah destinasi pariwisata memerlukan waktu 1-3 tahun dengan melakukan upaya yang sungguh-sungguh melalui penanaman kesadaran tentang branding destinasi pariwisata sehingga image tentang destinasi pariwisata mendekati atau memenuhi harapan wisatawan atau pengunjung.

Harapan wisatawan sangat dipengaruhi oleh pengalaman wisatawan sejak dari keberangkatan, kedatangan di destinasi pariwisata, selama beraktivitas di destinasi pariwisata, sampai wisatawan kembali ke negara atau daerah asalnya.

Apakah wisatawan merasa aman dan nyaman selama berkunjung di destinasi pariwisata?

Untuk meyakinkan wisatawan agar mau berkunjung ke destinasi pariwisata, testimoni dari wisatawan sejak dari keberangkatan, kedatangan, selama beraktivitas di destinasi pariwisata, sampai wisatawan kembali ke negara atau daerah asalnya, merupakan cerita yang menarik bagi wisatawan yang akan berkunjung ke sebuah destinasi.

Branding

Branding destinasi pariwisata digunakan untuk mendukung pendekatan positioning yang terpilih, yang dikomunikasikan dengan membangun image tentang destinasi pariwisata yang diinginkan oleh TKD.

Branding destinasi pariwisata adalah sebuah nama, simbol, logo, kata-kata, atau grafik lainnya, yang mengidentifikasi dan membedakan sebuah destinasi pariwisata; lebih jelasnya, branding destinasi pariwisata menyampaikan janji tentang pengalaman berwisata yang sangat berkesan, yang secara unik diasosiasikan dengan sebuah destinasi pariwisata; branding destinasi pariwisata juga melayani untuk mengonsolidasi, mengumpulkan, dan memperkuat kembali kenangan-kenangan yang menyenangkan ketika beraktivitas di destinasi (Ritchie et. al., 1998).

Diolah dari berbagai sumber.